Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Kaum Muslimin dan Muslimat yang dimuliakan oleh Allah سبحانه وتعالى. Kita melanjutkan kajian kita dari Kitab Sahih Muslim, Bab Larangan Memulai Salam kepada Ahlul Kitab dan Bagaimana Cara Menjawab Salam Mereka.
Larangan Memulai Salam dan Cara Menjawab Salam Ahlul Kitab
Dengan sanadnya kepada Anas bin Malik رضي الله عنه, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِذَا سَلَّمَ عَلَيْكُمْ أَهْلُ الْكِتَابِ فَقُولُوا وَعَلَيْكُمْ
“Apabila Ahlul Kitab mengucapkan salam kepada kalian, maka balaslah atau ucapkanlah: ‘Wa ‘alaikum (dan atas kalian juga)’.”
Dalam riwayat lain dari Anas bin Malik رضي الله عنه, para sahabat bertanya kepada Nabi صلى الله عليه وسلم:
إِنَّ أَهْلَ الْكِتَابِ يُسَلِّمُونَ عَلَيْنَا فَكَيْفَ نَرُدُّ عَلَيْهِمْ
“Sesungguhnya Ahlul Kitab mengucapkan salam kepada kami, bagaimana cara kami menjawabnya?”
Beliau bersabda:
قُولُوا وَعَلَيْكُمْ
“Ucapkanlah oleh kalian: ‘Wa ‘alaikum’.”
Dari Ibnu Umar رضي الله عنهما, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّ الْيَهُودَ إِذَا سَلَّمُوا عَلَيْكُمْ يَقُولُ أَحَدُهُمْ السَّامُ عَلَيْكُمْ فَقُلْ عَلَيْكَ
“Sesungguhnya orang Yahudi apabila mengucapkan salam kepada kalian, salah seorang di antara mereka akan mengatakan: ‘As-Samu ‘alaikum (kematian atasmu)’. Maka jawablah: ‘Alaik (atasmu juga)’.”
Kisah Aisyah dan Sikap Lemah Lembut Nabi صلى الله عليه وسلم
Dari Aisyah رضي الله عنها, ia berkata: Sekelompok orang Yahudi datang menemui Rasulullah صلى الله عليه وسلم. Lalu mereka mengucapkan: “As-Samu ‘alaika ya Abal Qasim (kematian atasmu wahai Abal Qasim).”
Aisyah رضي الله عنها pun menjawab: “Bal ‘alaikumus-Samu wal-La’nah (bahkan atas kalian kematian dan laknat!).”
Melihat itu, Rasulullah صلى الله عليه وسلم menegur Aisyah:
يَا عَائِشَةُ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الرِّفْقَ فِي الْأَمْرِ كُلِّهِ
“Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah mencintai sikap lemah lembut dalam seluruh urusan.”
Aisyah رضي الله عنها bertanya: “Tidakkah engkau mendengar apa yang mereka ucapkan?”
Beliau menjawab: “Tidakkah aku sudah mengatakan: ‘Wa ‘alaikum (dan atas kalian juga)’?”
Dalam riwayat lain, Aisyah memahami maksud orang Yahudi yang ingin mencela Rasulullah صلى الله عليه وسلم, sehingga ia membalas celaan mereka. Maka Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَهْ يَا عَائِشَةُ فَإِنَّ اللَّهَ لَا يُحِبُّ الْفُحْشَ وَالتَّفَحُّشَ
“Cukup wahai Aisyah! Sesungguhnya Allah tidak menyukai kekejian dan sikap yang dibuat-buat untuk kekejian.”
Allah سبحانه وتعالى juga menurunkan ayat:
وَإِذَا جَاءُوكَ حَيَّوْكَ بِمَا لَمْ يُحَيِّكَ بِهِ اللَّهُ
“Apabila mereka (orang-orang munafik) datang kepadamu, mereka mengucapkan salam kepadamu dengan cara yang tidak ditentukan Allah.”
Dari Jabir bin Abdillah رضي الله عنهما, ia berkata: Sekelompok orang Yahudi mengucapkan salam kepada Rasulullah صلى الله عليه وسلم, mereka berkata: “As-Samu ‘alaika ya Abal Qasim.”
Nabi صلى الله عليه وسلم menjawab: “Wa ‘alaikum.”
Aisyah رضي الله عنها yang marah bertanya: “Tidakkah engkau mendengar apa yang mereka ucapkan?”
Beliau menjawab: “Aku sudah mendengarnya dan aku sudah menjawab mereka. Sesungguhnya doa kita (Wa ‘alaikum) dikabulkan atas mereka, dan doa mereka (As-Samu ‘alaika) tidak dikabulkan.”
Jangan Memulai Salam kepada Ahlul Kitab
Dari Abu Hurairah رضي الله عنه, Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
لَا تَبْدَءُوا الْيَهُودَ وَالنَّصَارَى بِالسَّلَامِ فَإِذَا لَقِيتُمْ أَحَدَهُمْ فِي طَرِيقٍ فَاضْطَرُّوهُ إِلَى أَضْيَقِهِ
“Janganlah kalian memulai mengucapkan salam kepada orang-orang Yahudi dan Nasrani. Apabila kalian menjumpai salah seorang mereka di jalan, maka desaklah dia ke jalan yang paling sempit.”
Imam Nawawi menjelaskan bahwa ulama sepakat untuk wajib menjawab salam Ahlul Kitab apabila mereka mengucapkan salam, tetapi tidak diucapkan “Wa ‘alaikumussalam”, melainkan hanya “Wa ‘alaikum” atau “Alaikum”. Riwayat yang paling banyak adalah dengan menggunakan huruf wawu (واو) pada “Wa ‘alaikum”.
Makna “Wa ‘alaikum” ada dua pendapat:
- Sesuai dengan zahirnya, yaitu “atas kalian juga (kematian)” atau “atas kalian juga (apa yang pantas bagi kalian)”. Ini berarti kita dan mereka sama-sama akan mati.
- Wawu (و) di sini sebagai permulaan pembicaraan, bukan untuk menggabungkan atau menyamakan. Jadi maknanya adalah “atasmu apa yang berhak diberikan celaan kepadamu.”
Sebagian ulama (seperti Ibnu Habib dari mazhab Maliki) berpendapat untuk tidak memakai wawu (hanya “Alaikum”) agar tidak ada penggabungan doa. Jika pakai wawu, seolah kita juga mendoakan keselamatan bagi diri kita dan mereka. Namun, jika mereka mendoakan kejelekan, kita tidak ingin mendapatkan kejelekan yang sama. Oleh karena itu, menghilangkan wawu akan mengembalikan perkataan mereka kepada mereka secara khusus.
Imam Nawawi menyatakan bahwa yang benar adalah kedua-duanya (dengan wawu atau tanpa wawu) boleh, karena riwayat-riwayatnya sahih. Tidak ada kerusakan atau kesalahan di dalamnya.
Perbedaan Pendapat Ulama
Terjadi perbedaan pandangan ulama dalam menjawab salam orang kafir dan memulai salam terhadap mereka:
- Mazhab Syafi’i: Haram memulai salam kepada mereka, tetapi wajib menjawab salam mereka dengan “Wa ‘alaikum” atau “Alaikum” saja, bukan “Wa ‘alaikumussalam”. Dalilnya adalah hadis “Janganlah kalian memulai salam kepada orang Yahudi dan Nasrani.”
- Beberapa Ulama Salaf: Sebagian ulama dan mayoritas salaf membolehkan mengawali salam kepada mereka. Namun, Imam Nawawi menganggap hujjah ini batil karena ada hadis khusus yang melarangnya.
- Sebagian Ulama Lain: Mengatakan makruh (bukan haram) untuk mengawali salam. Namun, pendapat ini lemah karena larangan Nabi صلى الله عليه وسلم berkonsekuensi keharaman.
- Kondisi Darurat/Kebutuhan: Sebagian ulama membolehkan mengawali salam karena kondisi darurat, kebutuhan, atau sebab tertentu.
- Tidak Perlu Menjawab Salam: Sekelompok ulama mengatakan tidak perlu menjawab salam mereka. Namun, pendapat ini dianggap lemah dan menyelisihi hadis.
Mengucapkan Salam dalam Keramaian
Boleh mengawali salam kepada sekelompok orang yang di dalamnya terdapat kaum Muslimin dan kafir. Ucapan salam ini ditujukan kepada kaum Muslimin yang hadir di tempat tersebut. Contohnya, saat berpidato di forum internasional seperti PBB, cukup mengucapkan “Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh” karena di dalamnya banyak orang Muslim.
Sikap Lemah Lembut dan Bijaksana
Ucapan Nabi صلى الله عليه وسلم kepada Aisyah, “Wahai Aisyah, sesungguhnya Allah mencintai sikap lemah lembut dalam seluruh urusan,” menunjukkan kemuliaan akhlak Nabi صلى الله عليه وسلم dan kesempurnaan kebijaksanaannya. Ini mendorong kita untuk bersikap lemah lembut, sabar, dan bijak dengan manusia, selama tidak ada kondisi yang menuntut kita untuk bersikap keras.
Aisyah yang marah karena membela orang yang dizalimi (Rasulullah صلى الله عليه وسلم) dari celaan orang Yahudi adalah bentuk pembelaan terhadap orang mulia dari orang yang menyakitinya. Namun, Nabi صلى الله عليه وسلم tetap mengajarkan sikap tidak berlebihan dalam menanggapi hal-hal yang tidak penting, selama tidak mendatangkan kerusakan. Orang yang cerdas adalah yang mampu menyikapi kondisi dengan tepat, yang kecil diabaikan jika tidak memudaratkan, dan yang penting diberi perhatian.
Mendesak Ahlul Kitab di Jalan Sempit
Hadis tentang “desaklah dia ke jalan yang paling sempit” bukan berarti menyakiti atau menghalangi mereka secara fisik, melainkan menunjukkan bahwa kaum Muslimin tidak boleh membiarkan Ahlul Kitab mendominasi jalan yang luas apabila kaum Muslimin juga berjalan di situ. Ini sebagai simbol bahwa Islam itu tinggi dan tidak ada yang lebih tinggi darinya (اَلْإِسْلَامُ يَعْلُو وَلَا يُعْلَى عَلَيْهِ).
Ucapan Salam untuk Non-Muslim dalam Surat
Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم mengirim surat kepada raja-raja dan penguasa non-Muslim, beliau tidak mengucapkan “Assalamu’alaikum”, tetapi “Salamun ‘ala manit-taba’al huda” (Salam kesejahteraan bagi orang yang mengikuti petunjuk). Ini berarti salam tersebut hanya diberikan kepada orang yang mau mengikuti petunjuk (Islam).
Demikianlah yang dapat kita sampaikan. Semoga bermanfaat. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.