Hukum Mewarnai Uban dalam Islam: Antara Sunnah dan Larangan.

حَدَّثَنَا يَحْيَى بْنُ يَحْيَى وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ وَإِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ – وَاللَّفْظُ لِيَحْيَى – قَالُوا أَخْبَرَنَا جَرِيرٌ عَنْ عُمَارَةَ بْنِ الْقَعْقَاعِ عَنْ أَبِي زُرْعَةَ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَىٰ عَنْهُ أَنَّ النَّبِيَّ ﷺ قَالَ: إِنَّ الْيَهُودَ وَالنَّصَارَىٰ لَا يَصْبُغُونَ، فَخَالِفُوهُمْ.
(Dengan sanadnya kepada Abu Hurairah radhiyallahu ta’ala ‘anhu, bahwasanya Nabi ﷺ bersabda: “Sesungguhnya orang Yahudi dan Nasrani tidak mewarnai (uban mereka), maka selisihilah (فَخَالِفُوهُمْ) mereka.”)
Perintah menyelisihi mereka ini dalam hal kekhususan (خُصُوصِيَّة
) mereka, bukan dalam segala hal (misal jika mereka pakai baju, kita tidak pakai baju, bukan begitu).
Imam Nawawi dalam syarahnya menyebutkan tentang ثُغَامَة
(tsughamah), yaitu نَبَاتٌ أَبْيَضُ الزَّهْرِ وَالثَّمَرِ
(tumbuhan yang bunga dan buahnya berwarna putih), yang digunakan Nabi ﷺ untuk menyamakan putihnya rambut dan jenggot أَبُو قُحَافَةَ
(Abu Quhafah) – namanya Utsman, ayah dari أَبُو بَكْرٍ الصِّدِّيق
(Abu Bakar Ash-Shiddiq) – saat beliau أَسْلَمَ يَوْمَ فَتْحِ مَكَّةَ
(masuk Islam pada hari penaklukan kota Makkah).
Hukum Mewarnai Uban (Menurut Mazhab Syafi’i)
وَمَذْهَبُنَا
(Mazhab kami, Syafi’iyah): اسْتِحْبَابُ خِضَابِ الشَّيْبِ لِلرَّجُلِ وَالْمَرْأَةِ بِصُفْرَةٍ أَوْ حُمْرَةٍ
(Dianjurkan (اسْتِحْبَابُ
) bagi laki-laki (لِلرَّجُلِ
) dan perempuan (وَالْمَرْأَةِ
) untuk mewarnai uban (خِضَابِ الشَّيْبِ
) dengan warna kuning (بِصُفْرَةٍ
) atau merah (أَوْ حُمْرَةٍ
– seperti inai/pacar)). وَيَحْرُمُ خِضَابُهُ بِالسَّوَادِ عَلَى الْأَصَحِّ
(Dan haram hukumnya mewarnainya dengan warna hitam (بِالسَّوَادِ
) menurut pendapat yang paling sahih (عَلَى الْأَصَحِّ
)). وَقِيلَ يُكْرَهُ كَرَاهَةَ تَنْزِيهٍ
(Ada pendapat lain mengatakan hukumnya makruh tanzih). وَالْمُخْتَارُ التَّhḥrīm
(Namun pendapat yang dipilih oleh Imam Nawawi adalah haram (التَّحْرِيمُ
)), berdasarkan sabda Nabi ﷺ: اجْتَنِبُوا السَّوَادَ
(Jauhilah warna hitam). Karena الْأَصْلُ فِي الْأَمْرِ لِلْوُجُوبِ
(hukum asal perintah adalah wajib) dan hukum asal larangan adalah haram, kecuali ada dalil lain. هَٰذَا مَذْهَبُنَا
.
Perbedaan Pendapat di Kalangan Salaf (اخْتَلَفَ السَّلَفُ
)
وَقَالَ الْقَاضِي
(Al-Qadhi Iyadh berkata): اخْتَلَفَ السَّلَفُ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ فِي الْخِضَابِ وَفِي جِنْسِهِ
(Para Salaf dari kalangan Sahabat dan Tabi’in berbeda pendapat dalam masalah mewarnai uban dan jenis warnanya).
- Kelompok Pertama:
فَقَالَ بَعْضُهُمْ: تَرْكُهُ أَفْضَلُ
(Sebagian mereka mengatakan: Membiarkan uban (tidak mewarnainya) lebih utama (أَفْضَلُ
)).وَرَوَوْا حَدِيثًا عَنِ النَّبِيِّ ﷺ فِي النَّهْيِ عَنْ تَغْيِيرِ الشَّيْبِ
(Mereka meriwayatkan hadits tentang larangan Nabi ﷺ mengubah uban),وَلِأَنَّهُ ﷺ لَمْ يُغَيِّرْ شَيْبَهُ
(dan karena Nabi ﷺ sendiri (hanya sedikit ubannya) tidak mewarnai ubannya).وَرُوِيَ هَٰذَا عَنْ عُمَرَ وَعَلِيٍّ وَأُبَيٍّ وَآخَرِينَ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُمْ
(Pendapat ini diriwayatkan dari Umar, Ali, Ubay bin Ka’ab, dan sahabat lainnya). - Kelompok Kedua:
وَقَالَ آخَرُونَ: الْخِضَابُ أَفْضَلُ
(Ulama lain berpendapat: Mewarnai uban lebih utama (أَفْضَلُ
)).فَخَضَبَ جَمَاعَةٌ مِنَ الصَّحَابَةِ وَالتَّابِعِينَ وَمَنْ بَعْدَهُمْ
(Maka, sekelompok sahabat, tabi’in, dan generasi setelahnya mewarnai uban mereka),لِلْأَحَادِيثِ الْمَذْكُورَةِ فِي الْبَابِ
(berdasarkan hadits-hadits yang menganjurkannya, seperti perintahخَالِفُوهُمْ
). - Perbedaan di Antara yang Mewarnai:
فَكَانَ أَكْثَرُهُمْ يَخْضِبُونَ بِالصُّفْرَةِ
(Kebanyakan dari mereka mewarnai dengan warna kuning (بِالصُّفْرَةِ
)).مِنْهُمُ ابْنُ عُمَرَ وَأَبُو هُرَيْرَةَ وَآخَرُونَ
(Di antaranya Ibnu Umar, Abu Hurairah, dll).وَرُوِيَ عَنْ عَلِيٍّ
(Juga diriwayatkan dari Ali).وَخَضَبَ جَمَاعَةٌ بِالْحِنَّاءِ وَالْكَتَمِ
(Sekelompok mewarnai dengan pacar (بِالْحِنَّاءِ
) dan katam (وَالْكَتَمِ
– menghasilkan warna merah tua/kecoklatan)).وَبَعْضُهُمْ بِالزَّعْفَرَانِ
(Sebagian lagi dengan za’faran/safron).وَخَضَبَ جَمَاعَةٌ بِالسَّوَادِ
(Dan ada sekelompok yang mewarnai dengan hitam (بِالسَّوَادِ
)).رُوِيَ عَنْ عُثْمَانَ وَالْحَسَنِ وَالْحُسَيْنِ ابْنَىْ عَلِيٍّ وَعُقْبَةَ بْنِ عَامِرٍ وَابْنِ سِيرِينَ وَأَبِي بُرْدَةَ وَآخَرِينَ
(Diriwayatkan dari Utsman, Hasan & Husain bin Ali, ‘Uqbah bin ‘Amir, Ibnu Sirin, Abu Burdah, dan lainnya). (Ini menunjukkan mereka mungkin memandang hukumnya boleh atau makruh, bukan haram).
Upaya Mengkompromikan Hadits
قَالَ الْقَاضِي: قَالَ الطَّبَرَانِيُّ: الصَّوَابُ أَنَّ الْآثَارَ الْمَرْوِيَّةَ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ بِتَغْيِيرِ الشَّيْبِ وَالنَّهْيِ عَنْهُ كُلُّهَا صَحِيحَةٌ (Al-Qadhi berkata: Imam Ath-Thabrani berkata: Yang benar adalah bahwa riwayat-riwayat dari Nabi ﷺ tentang (perintah) mengubah uban dan larangan darinya (mewarnai hitam) semuanya sahih). وَلَيْسَ فِيهَا تَنَاقُضٌ (Dan tidak ada pertentangan di antaranya). بَلِ الْأَمْرُ بِالتَّغْيِيرِ لِمَنْ شَيْبُهُ كَشَيْبِ أَبِي قُحَافَةَ (Akan tetapi, perintah untuk mengubah warna uban itu berlaku bagi orang yang ubannya sudah putih semua seperti uban Abu Quhafah). وَالنَّهْيُ لِمَنْ لَهُ شَعَبَاتٌ (Sedangkan larangan (untuk mewarnai hitam atau mungkin larangan mengubah jika belum putih semua) berlaku bagi orang yang ubannya baru sebagian/beberapa helai saja).
وَاخْتِلَافُ السَّلَفِ فِي فِعْلِ الْأَمْرَيْنِ بِحَسَبِ اخْتِلَافِ أَحْوَالِهِمْ فِي ذَٰلِكَ
(Perbedaan praktik para Salaf dalam hal ini sesuai dengan perbedaan kondisi rambut mereka masing-masing). مَعَ أَنَّ الْأَمْرَ وَالنَّهْيَ فِي ذَٰلِكَ لَيْسَا لِلْوُجُوبِ بِالْإِجْمَاعِ
(Ditambah lagi bahwa perintah (untuk mewarnai) dan larangan (warna hitam) dalam masalah ini disepakati (بِالْإِجْمَاعِ
) bukan bersifat wajib/haram mutlak). وَلِذَٰلِكَ لَمْ يُنْكِرْ بَعْضُهُمْ عَلَىٰ بَعْضٍ فِعْلَهُ لِذَٰلِكَ
(Oleh karena itu, sebagian mereka tidak mengingkari perbuatan sebagian yang lain dalam hal ini). وَلَا يَجُوزُ أَنْ يُقَالَ فِيهِمَا نَاسِخٌ وَمَنْسُوخٌ
(Dan tidak boleh dikatakan dalam kasus ini ada hukum yang menghapus (نَاسِخٌ
) dan dihapus (مَنْسُوخٌ
)).
Pertimbangan Lain (Al-Qadhi Iyadh)
قَالَ الْقَاضِي وَقَالَ غَيْرُهُ: هُوَ عَلَىٰ حَالَيْنِ (Al-Qadhi dan ulama lain berkata: Hukumnya tergantung dua kondisi):
- Kondisi
عُرْف
(adat/kebiasaan) setempat: Jika di suatu tempat kebiasaan orang adalah mewarnai uban, lalu ada yang tidak mewarnai sehingga tampil beda mencolok (شُهْرَة
), maka tidak mewarnai menjadi makruh (مَكْرُوهٌ
). Begitu pula sebaliknya. - Kondisi Estetika:
مَنْ كَانَ شُهْبَةُ شَعْرِهِ أَحْسَنَ مِنَ الْمَصْبُوغِ كَانَ تَرْكُهُ أَوْلَىٰ
(Siapa yang uban campurannya terlihat lebih bagus daripada jika diwarnai, maka membiarkannya lebih utama (أَوْلَىٰ
)).وَمَنْ كَانَ شَعْبُهُ يُسْتَبْشَعُ [...] فَهُوَ أَوْلَىٰ
(Dan siapa yang ubannya tampak jelek, lalu dengan diwarnai menjadi lebih indah, maka mewarnainya lebih utama (أَوْلَىٰ
)). (هَٰذَا مَا نُقِلَ عَنِ الْقَاضِي
).
وَالْأَصَحُّ وَالْأَوْفَقُ لِلسُّنَّةِ مَا قَدَّمْنَاهُ عَنْ مَذْهَبِنَا، وَاللَّهُ أَعْلَمُ.
(Namun kata Imam Nawawi: Pendapat yang lebih sahih dan lebih sesuai sunnah adalah apa yang telah kami sebutkan dari mazhab kami (Syafi’i: sunnah mewarnai kuning/merah, haram hitam). والله أعلم).
Sikap dalam Perbedaan Pendapat
Jangan menjadikan masalah mewarnai uban (atau tidak, atau warnanya) sebagai standar وَلَاءٌ وَبَرَاءٌ (loyalitas dan permusuhan) atau patokan مَنْهَج (manhaj). Para Salaf pun berbeda pendapat dalam masalah ini, maka hendaknya kita bersikap تَسَامُح (toleran). Secara umum, mewarnai lebih baik jika rambut sudah putih semua (seperti Abu Quhafah). Jika masih campur-campur, biarkan saja.
Memahami Perintah خَالِفُوهُمْ
Perintah menyelisihi Yahudi & Nasrani dalam hadits ini konteksnya adalah ketika uban sudah putih semua (karena mereka tidak mewarnai). Ini bukan berarti harus melakukan kebalikan dari semua yang mereka lakukan. Penyelisihan itu terutama dalam hal yang menjadi ciri khas (خُصُوصِيَّة) agama atau kebiasaan buruk mereka. Jangan sampai تَشَبُّه (menyerupai) mereka, karena مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ.
Jenggot (لِحْيَة
) dan Kumis (شَارِب
)
- Memelihara jenggot adalah fitrah laki-laki. Mencukurnya adalah kebiasaan Yahudi/Nasrani (dahulu).
- Perintah Nabi ﷺ:
أَعْفُوا اللِّحَىٰ وَقُصُّوا الشَّوَارِبَ
(Biarkan jenggot tumbuh, potong/rapikan kumis). - Ukuran jenggot: Ada perbedaan pendapat. Sebagian (seperti Ibnu Umar) memotong yang lebih dari satu genggam (
قَبْضَة
). - Merapikan kumis (
قَصُّ الشَّارِبِ
): Jangan sampai melebihi bibir. Sunnahnya dengan gunting, bukan dicukur habis (حَلْق
). - Jambang termasuk
لِحْيَة
(jenggot). Rambut di bawah bibir (عَنْفَقَة
) ada perbedaan pendapat. - Laki-laki yang tidak tumbuh jenggot/kumis disebut
أَمْرَد
.
Penjelasan Kaidah Ushul Fikih
الْأَصْلُ فِي الْأَمْرِ لِلْوُجُوبِ
(Hukum asal perintah adalah wajib).الْأَصْلُ فِي النَّهْيِ لِلتَّحْرِيمِ
(Hukum asal larangan adalah haram).إِلَّا لِدَلِيلٍ يَصْرِفُهُ إِلَىٰ غَيْرِهِ
(Kecuali jika ada dalil (دَلِيل
) lain yang memalingkannya kepada makna lain, sepertiمُسْتَحَبٌّ
(sunnah) atauمَكْرُوهٌ
(makruh)).- Perbedaan pendapat ulama bisa timbul karena perbedaan dalam menilai kekuatan
دَلِيل
, keterbatasan akses informasi, perbedaan pemahaman konteks, atau karena masalah tersebut masuk ranahأَدَب
(adab) yang hukumnya lebih longgar (كَرَاهَةُ تَنْزِيهٍ
).
Penerapan pada Hukum Rokok
Syariat Islam diturunkan untuk kemaslahatan (مَصْلَحَة) hamba, menjaga الضَّرُورِيَّاتُ الْخَمْسُ (lima kebutuhan primer: الدِّينُ, النَّفْسُ, النَّسْلُ, الْعَقْلُ, الْمَالُ). Rokok jelas membahayakan النَّفْسُ (jiwa/kehidupan – وَلَا تَقْتُلُوا أَنفُسَكُمْ, وَلَا تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ) dan الْمَالُ (harta – إِسْرَافٌ/تَبْذِيرٌ). Pengetahuan modern tentang bahaya rokok jauh lebih jelas dibanding masa lalu. Maka, pendapat yang mengharamkannya lebih kuat berdasarkan tujuan syariat (مَقَاصِدُ الشَّرِيعَةِ).
Penutup
Pendapat ulama (أَقْوَالُ الْعُلَمَاءِ) bermanfaat untuk اسْتِئْنَاس (mencari pembanding/solusi) untuk kasus yang sudah terjadi, namun dasar hukum utama tetap Al-Qur’an dan Sunnah. Imam Nawawi, meskipun Syafi’i, tidak تَعَصُّب (fanatik) dan cenderung mengikuti dalil hadits. Kitab ini mengandung unsur فِقْهُ مُقَارَنَةٍ (fikih perbandingan).
وَصَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.