Mukadimah
اللَّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا، وَانْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا، وَزِدْنَا عِلْمًا. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا، وَرِزْقًا طَيِّبًا، وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا. اللَّهُمَّ لَا سَهْلَ إِلَّا مَا جَعَلْتَهُ سَهْلًا، وَأَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلًا.
Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah سبحانه وتعالى, alhamdulillah kita memuji Allah atas segala nikmat dan karunia yang selalu dilimpahkan-Nya. Shalawat beriring salam semoga dianugerahkan oleh Allah سبحانه وتعالى kepada Nabi kita, Muhammad ﷺ. اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ.
Hadis ke-39: Dimaafkannya Kesalahan, Lupa, dan Paksaan
Kita masuk kepada hadis yang ke-39.
عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهُمَا، أَنَّ رَسُولَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: “إِنَّ اللهَ تَجَاوَزَ لِي عَنْ أُمَّتِي: الْخَطَأَ، وَالنِّسْيَانَ، وَمَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ”. (Dari Ibnu Abbas radhiyallahu ta’ala ‘anhuma, bahwasanya Rasulullah ﷺ bersabda: “Sesungguhnya Allah memaafkan untukku dari umatku: kesalahan (yang tidak disengaja), kelupaan, dan apa yang mereka dipaksa atasnya.”) (Hadis Hasan diriwayatkan oleh Ibnu Majah, Al-Baihaqi, dan selain keduanya).
Ada tiga hal yang Allah سبحانه وتعالى maafkan dari umat Nabi Muhammad ﷺ, artinya dimaafkan dan tidak dihitung sebagai dosa oleh Allah:
- الْخَطَأُ (Al-Khata’): Kekeliruan atau kesalahan yang tidak disengaja.
- النِّسْيَانُ (An-Nisyan): Kelupaan.
- مَا اسْتُكْرِهُوا عَلَيْهِ (Ma-stukrihu ‘alaih): Sesuatu yang dilakukan karena paksaan.
Dalil dari Al-Qur’an dan Hadis Lain
Hal ini telah dijelaskan dalam Al-Qur’an.
- Tentang Lupa dan Salah: Dalam Surah Al-Baqarah ayat 286, kita berdoa: رَبَّنَا لَا تُؤَاخِذْنَا إِنْ نَسِينَا أَوْ أَخْطَأْنَا (Ya Allah, jangan Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami salah). Juga dalam Surah Al-Ahzab ayat 5: وَلَيْسَ عَلَيْكُمْ جُنَاحٌ فِيمَا أَخْطَأْتُمْ بِهِ، وَلَٰكِنْ مَا تَعَمَّدَتْ قُلُوبُكُمْ (Dan tidak ada dosa bagi kalian atas apa yang kalian keliru padanya, akan tetapi yang menjadi dosa adalah apa yang disengaja oleh hati kalian).
- Tentang Ijtihad yang Keliru: Dalam hadis riwayat Bukhari dan Muslim, Nabi ﷺ bersabda, jika seorang hakim berijtihad dengan sungguh-sungguh lalu benar, ia mendapat dua pahala. Namun, jika ia berijtihad lalu keliru, ia tetap mendapat satu pahala. Artinya, ia tidak berdosa karena kesalahannya muncul bukan karena kesengajaan.
- Tentang Paksaan (Ikrah): Al-Qur’an menjelaskan dalam Surah An-Nahl ayat 106: مَنْ كَفَرَ بِاللهِ مِنْ بَعْدِ إِيمَانِهِ إِلَّا مَنْ أُكْرِهَ وَقَلْبُهُ مُطْمَئِنٌّ بِالْإِيمَانِ (Orang yang kafir kepada Allah setelah mereka beriman (akan mendapat murka), kecuali orang yang dipaksa (untuk mengucapkan kekufuran) sementara hatinya masih tenang dengan keimanan). Ini sebagaimana yang terjadi pada sahabat ‘Ammar bin Yasir رضي الله عنه.
Makna Khata’, Nisyan, dan Ikrah
- الْخَطَأُ (Al-Khata’): Kesalahan yang tidak disengaja. Maksudnya adalah seseorang berniat melakukan perbuatan A, namun yang terjadi adalah perbuatan B. Perbuatan B ini terjadi tanpa ada perencanaan atau niat sama sekali. Contoh: Seseorang ingin melempar burung dengan batu, ternyata mengenai kepala orang lain hingga meninggal. Ini adalah pembunuhan karena kekeliruan (qatlul khata’).
- النِّسْيَانُ (An-Nisyan): Lupa. Seseorang mengingat sesuatu, lalu ia lupa untuk melakukannya atau lupa akan suatu kondisi. Contoh: Seseorang makan karena lupa bahwa ia sedang berpuasa. Ia tidak lupa bahwa ia sedang makan, tetapi ia lupa akan kondisi puasanya.
- الْإِكْرَاهُ (Al-Ikrah): Paksaan. Terjadi apabila ada ancaman yang membahayakan jiwa, seperti diancam bunuh.
Konsekuensi Hukum Tetap Berlaku
Kedua-duanya (khata’ dan nisyan) dimaafkan, dalam artian pelakunya tidak berdosa. Akan tetapi, tidak adanya dosa bukan berarti tidak ada konsekuensi hukum dari perbuatan tersebut.
Contoh:
- Seseorang lupa bahwa wudhunya telah batal, lalu ia shalat. Shalatnya saat itu tidak membuatnya berdosa. Namun, ketika ia ingat setelah selesai shalat, ia wajib mengulangi shalatnya dengan wudhu terlebih dahulu.
- Seseorang lupa mengerjakan shalat Isya hingga keesokan paginya. Ia tidak berdosa karena meninggalkan shalat akibat lupa. Namun, ia wajib meng-qadha shalat tersebut ketika ia ingat. Nabi ﷺ bersabda: مَنْ نَامَ عَنْ صَلَاةٍ أَوْ نَسِيَهَا فَلْيُصَلِّهَا إِذَا ذَكَرَهَا، لَا كَفَّارَةَ لَهَا إِلَّا ذَلِكَ (Siapa yang tertidur dari shalat atau lupa, maka hendaklah ia mengerjakannya ketika ia ingat. Tidak ada kafarat baginya kecuali itu).
Ini adalah rahmat dan kasih sayang Allah سبحانه وتعالى kepada hamba-hamba-Nya.
Dua Hadits Penuh Rahmat
Visualisasi Hadits ke-39 & ke-40 dari Kitab Al-Arba’in An-Nawawiyah
Hadits ke-39: Tiga Kondisi yang Dimaafkan
“Sesungguhnya Allah memaafkan bagiku (dari umatku); kekeliruan (Al-Khata’), kelupaan (An-Nisyan), dan apa yang mereka dipaksa atasnya (Al-Istikrah).” – Hadits Riwayat Ibnu Majah & Al-Baihaqi
Hadits ini merupakan salah satu pilar utama yang menunjukkan betapa luasnya rahmat Allah Subhanahu wa Ta’ala. Tiga kondisi ini diangkat dosanya dari seorang hamba, menegaskan bahwa pertanggungjawaban dalam Islam didasarkan pada kesengajaan dan kemampuan.
1. Al-Khata’ (الْخَطَأُ)
Kekeliruan / Tidak Disengaja
Sebuah perbuatan yang tujuannya A, namun hasil yang terjadi adalah B tanpa ada niat sama sekali. Contohnya, seorang pemburu yang ingin melempar burung, namun batu yang dilemparnya keliru mengenai seseorang.
2. An-Nisyan (النِّسْيَانُ)
Kelupaan
Mengingat sesuatu, lalu lupa untuk melakukannya atau lupa akan suatu larangan. Contohnya, seseorang yang makan atau minum di siang hari Ramadan karena ia lupa bahwa dirinya sedang berpuasa.
3. Al-Istikrah (الْاِسْتِكْرَاهُ)
Keterpaksaan
Melakukan sesuatu di bawah ancaman yang membahayakan jiwa, seperti dipaksa mengucapkan perkataan kufur sementara hati tetap teguh dalam keimanan, sebagaimana yang terjadi pada sahabat Ammar bin Yasir.
Bebas Dosa Bukan Berarti Tanpa Konsekuensi
Penting untuk dipahami bahwa pemaafan dalam hadits ini adalah pemaafan dari **dosa**. Namun, beberapa perbuatan tetap memiliki konsekuensi hukum atau tuntutan hak yang harus dipenuhi di dunia.
Contoh: Lupa Wudhu
Seseorang lupa bahwa wudhunya telah batal, lalu ia melaksanakan shalat.
Status Dosa
Shalatnya **tidak dicatat sebagai dosa** karena dilakukan atas dasar kelupaan.
Konsekuensi Hukum
Ketika ia ingat, ia **wajib mengulangi shalatnya** dengan wudhu yang sah.
Hadits ke-40: Dunia di Mata Seorang Mukmin
Rasulullah ﷺ memegang pundakku seraya bersabda, “Jadilah engkau di dunia seakan-akan orang asing atau seorang pengembara.” – Hadits Riwayat Al-Bukhari
Hadits ini memberikan panduan fundamental tentang bagaimana seorang mukmin seharusnya memposisikan dirinya terhadap kehidupan dunia: bukan sebagai tujuan akhir, melainkan sebagai tempat persinggahan sementara untuk mengumpulkan bekal menuju kampung halaman abadi, yaitu akhirat.
Dua Perumpamaan Hidup
1. Seperti Orang Asing (كَأَنَّكَ غَرِيبٌ)
Seorang perantau yang tinggal di negeri orang. Hatinya tidak terpaut pada negeri perantauannya, melainkan selalu rindu dan bersiap untuk kembali ke kampung halamannya. Fokusnya adalah mengumpulkan bekal yang bermanfaat untuk kepulangannya nanti.
2. Seperti Pengembara (أَوْ عَابِرُ سَبِيلٍ)
Seorang musafir yang hanya singgah sejenak untuk beristirahat di bawah pohon, lalu melanjutkan perjalanannya. Ia tidak akan menghabiskan seluruh bekalnya di tempat istirahat, karena tujuannya masih jauh. Ini adalah level yang lebih tinggi, memandang dunia hanya sebagai tempat transit.
Nasihat Ibnu Umar: Manfaatkan Lima Sebelum Lima
Memahami wasiat Nabi, Ibnu Umar radhiyallahu ‘anhuma kemudian memberikan nasihat praktis yang sejalan dengan hadits lain: “Manfaatkan lima perkara sebelum datang lima perkara”. Jangan menunda-nunda kebaikan.
Masa Muda
sebelum Tuamu
Masa Sehat
sebelum Sakitmu
Masa Kaya
sebelum Fakirmu
Masa Luang
sebelum Sibukmu
Masa Hidup
sebelum Matimu