Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.
Alhamdulillah, kita panjatkan puji syukur kepada Allah سبحانه وتعالى atas segala nikmat dan karunia-Nya. Salawat dan salam semoga senantiasa tercurah kepada Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم beserta keluarga dan para sahabatnya.
Kita akan melanjutkan kajian kita tentang Sahih Bukhari, kali ini pada bab ke-30: Bab Salat Adalah Bagian dari Iman.
Allah سبحانه وتعالى berfirman:
وَكَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ
“Dan Allah tidak akan menyia-nyiakan imanmu.”
Dalam ayat ini, kata “iman” diartikan sebagai salat yang telah dikerjakan kaum Muslimin, terutama salat yang menghadap Baitul Maqdis sebelum kiblat dipindahkan ke Ka’bah. Ini menunjukkan bahwa salat adalah bagian penting dari iman.
Kisah Perubahan Kiblat
Dari riwayat Bara bin Azib, Nabi Muhammad صلى الله عليه وسلم ketika pertama kali hijrah ke Madinah, beliau singgah di rumah kakek-kakeknya atau paman-pamannya dari jalur ibu dari kalangan Anshar. Orang-orang Anshar adalah kerabat beliau dari pihak ibu, karena ibu dari kakek Nabi, Abdul Muthalib bin Hasyim, bernama Salma bintu Amr dari Bani Ali Ibnu Najar (dari Anshar atau dari Nadjar).
Pada awalnya, Nabi صلى الله عليه وسلم salat menghadap ke Baitul Maqdis selama 16 atau 17 bulan. Beliau sangat berharap agar kiblat diarahkan ke Ka’bah di Makkah.
Salat pertama yang beliau kerjakan setelah perubahan kiblat adalah salat Asar. Saat itu, ada sekelompok orang yang salat bersama beliau. Salah seorang dari mereka keluar setelah salat dan melewati sebuah masjid di mana jemaahnya sedang rukuk. Orang tersebut bersaksi bahwa ia telah salat bersama Rasulullah صلى الله عليه وسلم menghadap ke Makkah. Seketika itu juga, jemaah yang sedang rukuk tersebut berputar dan menghadap ke Ka’bah.
Ketika Nabi صلى الله عليه وسلم masih menghadap Baitul Maqdis, orang-orang Yahudi dan Ahli Kitab sangat senang karena arah kiblat mereka sama. Namun, ketika Nabi صلى الله عليه وسلم mengarahkan wajahnya ke Ka’bah, mereka mengingkari hal itu. Allah سبحانه وتعالى kemudian menurunkan firman-Nya:
سَيَقُولُ السُّفَهَاءُ مِنَ النَّاسِ مَا وَلَّاهُمْ عَنْ قِبْلَتِهِمُ الَّتِي كَانُوا عَلَيْهَا
“Orang-orang yang kurang akal di antara manusia akan berkata, ‘Apakah yang memalingkan mereka (muslim) dari kiblatnya (Baitul Maqdis) yang dahulu mereka berkiblat kepadanya?'”
Ini menunjukkan bahwa ada keinginan untuk berbeda dengan Ahli Kitab. Nabi صلى الله عليه وسلم juga tidak ingin menggunakan terompet atau kentongan untuk memanggil salat karena ini adalah kebiasaan Yahudi dan Nasrani. Beliau menunggu solusi terbaik, hingga Abdullah bin Zaid bermimpi tentang azan, yang kemudian ditetapkan sebagai cara memanggil salat.
Pelajaran dari Perubahan Kiblat
- Gerakan dalam Salat: Peristiwa ini menunjukkan bahwa gerakan yang banyak dalam salat tidak serta merta membatalkannya, jika gerakan tersebut dibutuhkan dan tidak ada dalil yang mengatakan tiga kali gerakan berturut-turut membatalkan salat.
- Menerima Khabar Ahad: Para sahabat menerima berita dari satu orang perawi (khabar ahad) dan langsung mengubah arah kiblat mereka tanpa menyelidiki terlebih dahulu. Ini menjadi dalil bahwa khabar ahad yang memenuhi kriteria sah dapat dijadikan hujjah baik dalam akidah maupun amaliah. Rasulullah صلى الله عليه وسلم juga sering mengutus satu dai ke suatu daerah, seperti Muadz bin Jabal ke Yaman, dan perintah pertama adalah syahadat (tauhid).
- Keutamaan Salat Orang Terdahulu: Ada kekhawatiran dari para sahabat mengenai salat orang-orang yang meninggal dunia atau terbunuh sebelum perubahan kiblat. Allah سبحانه وتعالى kemudian menurunkan ayat, “وَكَانَ اللّٰهُ لِيُضِيْعَ اِيْمَانَكُمْ” yang menegaskan bahwa Allah سبحانه وتعالى tidak akan menyia-nyiakan iman mereka (salat mereka). Ini membuktikan bahwa salat adalah bagian dari iman.
Faedah dari Hadis Ini
- Bantahan terhadap Kaum Murji’ah: Kaum Murji’ah berkeyakinan bahwa amalan tidak mempengaruhi iman, dan dosa tidak mengurangi iman. Namun, ayat “وَمَا كَانَ اللَّهُ لِيُضِيعَ إِيمَانَكُمْ” menunjukkan bahwa salat adalah bagian dari iman dan amalan saleh adalah bagian dari iman, membantah pandangan Murji’ah.
- Berangan-angan Perubahan Hukum: Berangan-angan agar terjadi perubahan pada sebagian hukum adalah boleh jika ada kemaslahatan di dalamnya, seperti keinginan Nabi صلى الله عليه وسلم untuk mengubah arah kiblat.
- Kemuliaan Rasulullah صلى الله عليه وسلم: Hadis ini menjelaskan kemuliaan Rasulullah صلى الله عليه وسلم dan kehormatan beliau di sisi Rabb-nya, di mana Allah سبحانه وتعالى memenuhi keinginan beliau tanpa beliau memohon secara terang-terangan.
- Kepedulian Para Sahabat: Hadis ini menunjukkan kepedulian para sahabat yang tinggi terhadap agama mereka dan rasa kasih sayang mereka kepada saudara-saudara mereka, terlihat dari pembicaraan mereka tentang nasib salat orang-orang yang telah meninggal sebelumnya. Allah سبحانه وتعالى juga berfirman, “Kami tidak menyia-nyiakan pahala orang yang berbuat baik.”
Husnul Islam (Baiknya Keislaman Seseorang)
Imam Bukhari rahimahullah membuat bab dengan judul “Husnul Islamil Mar’i” (Baiknya Keislaman Seseorang). Beliau mencantumkan hadis dari Abu Said Al-Khudri رضي الله عنه, di mana Rasulullah صلى الله عليه وسلم bersabda:
اِذَا أَسْلَمَ الْعَبْدُ فَحَسُنَ اِسْلاَمُهُ كَفَّرَ اللَّهُ عَنْهُ كُلَّ سَيِّئَةٍ كَانَ زَلَفَهَا وَكَانَ بَعْدَ ذَلِكَ الْقِصَاصُ اَلْحَسَنَةُ بِعَشْرِ أَمْثَالِهَا إِلَى سَبْعِمِائَةِ ضِعْفٍ وَالسَّيِّئَةُ بِمِثْلِهَا إِلاَّ أَنْ يَتَجَاوَزَ اللَّهُ عَنْهَا
“Apabila seorang hamba masuk Islam dan baik keislamannya, maka Allah akan menghapus seluruh keburukan yang pernah dia lakukan. Dan setelah itu, setiap kebaikan dilipatgandakan menjadi 10 hingga 700 kali lipat, sedangkan setiap keburukan dicatat setara dengan keburukan itu, kecuali jika Allah memaafkannya.”
Baiknya Islam seseorang ditafsirkan dengan dua makna:
- Menyempurnakan kewajiban dan menjauhi yang haram.
- Meninggalkan hal-hal yang tidak penting atau tidak relevan baginya.
Dari hadis lain, Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
مَنْ أَحْسَنَ فِي الْإِسْلَامِ لَمْ يُؤَاخَذْ بِمَا عَمِلَ فِي الْجَاهِلِيَّةِ وَمَنْ أَسَاءَ فِي الْإِسْلَامِ أُخِذَ بِالْأَوَّلِ وَالْآخِرِ
“Barang siapa yang baik keislamannya, dia tidak akan disiksa atas apa yang dia lakukan di masa Jahiliyah. Dan barang siapa yang buruk keislamannya, dia akan disiksa atas (dosa) yang awal dan yang akhir.”
Ini berarti Islam menghapus dosa-dosa dan kekufuran yang dilakukan sebelum masuk Islam, asalkan setelah masuk Islam ia benar-benar meninggalkan perbuatan tersebut. Namun, jika setelah masuk Islam ia tetap melakukan dosa-dosa yang sama, maka dosa sebelum dan sesudahnya akan tetap diperhitungkan kecuali ia bertobat.
Pahala dan Dosa
Setiap kebaikan yang dikerjakan akan dilipatgandakan oleh Allah سبحانه وتعالى menjadi 10 kali lipat hingga 700 kali lipat. Sedangkan dosa hanya dicatat setara dengan perbuatan itu sendiri, kecuali jika Allah memaafkannya. Ini adalah bentuk kasih sayang Allah سبحانه وتعالى kepada hamba-Nya.
Amalan kebaikan yang dilakukan oleh orang kafir sebelum masuk Islam akan dicatat sebagai saldo kebaikan jika ia masuk Islam dan meninggal dunia di atas keislamannya. Namun, amalan saleh yang dikerjakan dalam kesyirikan tidak akan diberikan pahala.
Dosa Syirik dan Dosa Lainnya
Dosa syirik tidak akan diampuni oleh Allah سبحانه وتعالى dan akan menghapus seluruh amalan. Sedangkan dosa-dosa selain syirik berada di bawah kekuasaan Allah سبحانه وتعالى dan tidak menghapus seluruh amalan.
Hikmah Ujian dan Cobaan
Nabi صلى الله عليه وسلم bersabda:
إِنَّمَا الْجَزَاءُ مَعَ عِظَمِ الْبَلَاءِ
“Sesungguhnya besarnya ganjaran seiring dengan besarnya cobaan.”
Dan juga:
إِنَّ اللَّهَ إِذَا أَحَبَّ قَوْمًا ابْتَلَاهُمْ
“Sesungguhnya Allah, apabila mencintai suatu kaum, Dia akan mengujinya.”
Ujian dan cobaan akan senantiasa menimpa seorang mukmin pada dirinya, harta, dan anaknya, hingga ia berjalan di muka bumi tanpa dosa. Jika kita rida terhadap keputusan Allah, maka Allah pun akan meridai kita.
Beberapa Pertanyaan dan Jawaban Singkat:
- Menyimpan Dinar: Dinar yang dimaksud saat ini adalah uang kertas, bukan emas murni. Lebih baik menyimpan emas batangan atau logam mulia.
- Urutan Bab Kitab Fathul Bari Ibnu Rajab: Naskah Fathul Bari karya Ibnu Rajab tidak semuanya sempurna. Ada bagian yang hilang, sehingga urutannya mungkin tidak berurutan.
- Dosa di Bulan Haram: Pada 10 hari awal Zulhijah atau bulan-bulan haram lainnya, pahala amalan saleh dilipatgandakan. Namun, ulama juga mengingatkan bahwa dosa yang dilakukan pada waktu-waktu yang agung ini juga akan dilipatgandakan karena agungnya waktu itu.
- Lupa Tasyahud Awal: Jika lupa tasyahud awal dan sudah sempurna berdiri atau mulai membaca Al-Fatihah di rakaat ketiga, tidak boleh kembali duduk untuk tasyahud. Cukup lakukan sujud sahwi dua kali sebelum salam.
- Lupa Rukun Salat (Misal: Rukuk): Jika lupa rukun (misal: rukuk) dan baru ingat saat masih di rakaat yang sama, langsung kembali untuk melakukan rukun yang tertinggal. Namun, jika sudah masuk rakaat berikutnya, rakaat yang tidak sempurna itu batal, dan rakaat yang sedang dikerjakan menjadi pengganti rakaat yang batal.
- Menghindari Dosa Cukup Bersikap Pasif? Tidak sepenuhnya. Meskipun perintah untuk meninggalkan apa yang dilarang (فَاجْتَنِبُواْ) adalah sikap pasif, ada beberapa dosa yang membutuhkan tindakan aktif. Contohnya sifat bakhil (kikir) adalah dosa karena ia tidak mau memberi. Untuk menghindarinya, seseorang harus aktif memberi.
Demikianlah yang dapat kita sampaikan. Semoga bermanfaat. Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.