Adab & AkhlakSyarah Shahih Muslim

Hukum Memberi Nama “Raja Diraja” dan Nama Khusus Allah.


بِسْمِ اللَّهِ الرَّحْمَٰنِ الرَّحِيمِ.

إِنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَٰهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ، لَا نَبِيَّ بَعْدَهُ. […] أَمَّا بَعْدُ.

اللَّهُمَّ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ. اللَّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَانْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا وَزِدْنَا عِلْمًا. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا. اللَّهُمَّ لَا سَهْلَ إِلَّا مَا جَعَلْتَهُ سَهْلًا وَأَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزَنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلًا.

Kembali kita mempelajari hadis-hadis dalam Sahih Muslim, kitab الْآدَاب (Kitab Adab).

بَابُ تَحْرِيمِ التَّسَمِّي بِمَلِكِ الْأَمْلَاكِ وَبِمَلِكِ الْمُلُوكِ

(Bab Haramnya Memberi Nama dengan مَلِكِ الْأَمْلَاكِ atau مَلِكِ الْمُلُوكِ – Raja Diraja).

Hadits Pertama (dari Abu Hurairah):

حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَمْرٍو الْأَشْعَثِيُّ وَأَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ وَأَبُو بَكْرِ بْنُ أَبِي شَيْبَةَ – وَاللَّفْظُ لِأَحْمَدَ – قَالَ الْأَشْعَثِيُّ أَخْبَرَنَا وَقَالَ الْآخَرَانِ حَدَّثَنَا سُفْيَانُ بْنُ عُيَيْنَةَ عَنْ أَبِي الزِّنَادِ عَنِ الْأَعْرَجِ عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ رَضِيَ اللَّهُ تَعَالَىٰ عَنْهُ عَنِ النَّبِيِّ ﷺ قَالَ: إِنَّ أَخْنَىٰ اسْمٍ عِنْدَ اللَّهِ رَجُلٌ تَسَمَّىٰ مَلِكَ الْأَمْلَاكِ.

(Dengan sanadnya kepada Abu Hurairah radhiyallahu ta’ala ‘anhu, dari Nabi ﷺ, beliau bersabda: “Sesungguhnya nama yang paling hina (أَخْنَىٰ اسْمٍ) di sisi Allah adalah seseorang bernama مَلِكَ الْأَمْلَاكِ (Raja Diraja).”)

وَزَادَ ابْنُ أَبِي شَيْبَةَ فِي رِوَايَتِهِ:‏ لَا مَالِكَ إِلَّا اللَّهُ عَزَّ وَجَلَّ. (Ibnu Abi Syaibah menambahkan dalam riwayatnya: “Tidak ada raja/pemilik (hakiki) kecuali Allah عَزَّ وَجَلَّ.”)

قَالَ الْأَشْعَثِيُّ:‏ قَالَ سُفْيَانُ:‏ مِثْلُ شَاهَانْ شَاهْ. (Al-Asy’atsi berkata: Sufyan mengatakan (nama ini) seperti شَاهَانْ شَاهْ (Syahan Syah – Raja Diraja dalam bahasa Persia)). Termasuk juga gelar شَاهْ عَالَمْ (Raja Alam Semesta).

وَقَالَ أَحْمَدُ بْنُ حَنْبَلٍ رَحِمَهُ اللَّهُ تَعَالَىٰ: سَأَلْتُ أَبَا عَمْرٍو عَنْ أَخْنَىٰ؟ فَقَالَ: أَوْضَعُهُ. (Imam Ahmad bin Hanbal bertanya kepada Abu ‘Amr (yaitu إِسْحَاقُ بْنُ مِرَارٍ) tentang makna أَخْنَىٰ, beliau menjawab: “أَوْضَعُهُ” (yang paling rendah/hina)).

Hadits Kedua (dari Abu Hurairah):

…قَالَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ: أَغْيَظُ رَجُلٍ عَلَى اللَّهِ يَوْمَ الْقِيَامَةِ وَأَخْبَثُهُ وَأَوْضَعُهُ عَلَيْهِ رَجُلٌ كَانَ يُسَمَّىٰ مَلِكَ الْأَمْلَاكِ، لَا مَالِكَ إِلَّا اللَّهُ.‏

(Rasulullah ﷺ bersabda: “Orang (رَجُلٍ) yang paling dimurkai (أَغْيَظُ) oleh Allah pada hari kiamat, yang paling buruk (أَخْبَثُهُ), dan yang paling hina (أَوْضَعُهُ) di sisi-Nya adalah seseorang yang (dulunya di dunia) bernama مَلِكَ الْأَمْلَاكِ (Raja Diraja). Tidak ada raja (hakiki) kecuali Allah (لَا مَالِكَ إِلَّا اللَّهُ).”)

Penjelasan Imam Nawawi:

  • Makna أَخْنَىٰ, أَوْضَعُ, أَخْبَثُ, أَغْيَظُ adalah أَشَدُّ ذُلًّا وَصَغَارًا يَوْمَ الْقِيَامَةِ (yang paling hina dina dan paling kecil nilainya pada hari kiamat). Yang dimaksud adalah صَاحِبُ الِاسْمِ (pemilik nama tersebut), bukan hanya namanya saja. Ini dikuatkan oleh lafaz أَغْيَظُ رَجُلٍ (orang yang paling dimurkai).
  • قَالَ الْقَاضِي: وَقَدْ يُسْتَدَلُّ بِهِ عَلَىٰ أَنَّ الِاسْمَ هُوَ الْمُسَمَّىٰ، وَفِيهِ الْخِلَافُ الْمَشْهُورُ (Al-Qadhi Iyadh berkata: Hadits ini terkadang dijadikan dalil bahwa nama itu mencerminkan yang diberi nama, dan dalam hal ini ada perbedaan pendapat yang masyhur).
  • Makna lain أَخْنَىٰ: أَفْجَرُ (paling fajir/jahat), أَخْبَثُ (paling buruk), أَكْذَبُ الْأَسْمَاءِ (nama yang paling dusta – karena makhluk lemah mengaku raja diraja), أَقْبَحُ (paling jelek). Riwayat Bukhari: أَخْنَأَ (dengan hamzah) maknanya أَفْحَشُ (paling keji). Bisa juga bermakna أَهْلَكَ لِصَاحِبِهِ (paling membinasakan pemiliknya).
  • Ungkapan Sufyan مِثْلُ شَاهَانْ شَاهْ: الشَّاهُ artinya الْمَلِكُ (raja), الشَّاهَانُ artinya الْمُلُوكُ (raja-raja). Ini gelar raja Persia. Al-Qadhi Iyadh membedakannya dengan gelar fungsional seperti قَاضِي الْقُضَاةِ (hakim agung) atau حَاكِمُ الْحُكَّامِ (penguasa tertinggi) yang mungkin tidak mengandung klaim ketuhanan seperti مَلِكُ الْأَمْلَاكِ.

Hukum Penamaan:

  • وَاعْلَمْ أَنَّ التَّسَمِّيَ بِهَٰذَا الِاسْمِ حَرَامٌ (Ketahuilah, kata Imam Nawawi, memberi nama dengan nama ini (مَلِك الْأَمْلَاك dan semisalnya) hukumnya haram, bukan makruh).
  • وَكَذَٰلِكَ التَّسَمِّي بِأَسْمَاءِ اللَّهِ الْمُخْتَصَّةِ بِهِ (Begitu juga haram memberi nama dengan nama-nama Allah yang khusus bagi-Nya), كَالرَّحْمَٰنِ وَالْقُدُّوسِ وَالْمُهَيْمِنِ وَخَالِقِ الْخَلْقِ وَنَحْوِهَا (seperti Ar-Rahman, Al-Quddus, Al-Muhaimin, Khaliqul Khalq (Pencipta Makhluk), dan semisalnya). Tidak boleh menamai orang “Rahman” atau “Khaliq”. Harus diawali عَبْد (hamba) seperti عَبْدُ الرَّحْمَٰنِ, عَبْدُ الْخَالِقِ. Memanggil “Rahman” kepada orang bernama Abdurrahman juga tidak pantas.
  • Nama majemuk juga tidak boleh jika menjadikan nama khusus Allah sebagai sifat manusia (misal: Ilfi Rahman). Boleh jika bentuk إِضَافَة (penyandaran) yang benar maknanya, seperti صَفِيُّ الرَّحْمَٰنِ (Pilihan Ar-Rahman).

Aplikasi Kontekstual (Minangkabau):

Gelar-gelar seperti Rajo Dirajo, Rajo Alam, Maharaja termasuk dalam larangan ini karena mengandung makna kekuasaan absolut yang hanya milik Allah. Begitu juga nama seperti Rajo jika tidak memiliki kekuasaan nyata, bisa termasuk أَكْذَبُ الْأَسْمَاءِ. Perlu meninjau ulang gelar adat agar sesuai dengan filosofi Adat basandi syarak, syarak basandi Kitabullah. Termasuk juga nama seperti لَا شَرِيكَ لَهُ (Tidak ada sekutu bagi-Nya) adalah sifat Allah, tidak boleh dijadikan nama manusia.

Kesimpulan:

Nama atau gelar yang mengandung makna kekhususan Allah (seperti Raja Diraja, Raja Alam, Ar-Rahman) hukumnya haram dipakai untuk manusia dan wajib diganti. Nama yang makruh (seperti بَرَّةَ) dianjurkan (مُسْتَحَبٌّ) untuk diganti. Ketundukan kepada syariat harus didahulukan daripada adat atau keengganan.

وَاللَّهُ أَعْلَمُ. Demikian yang dapat kita sampaikan, semoga bermanfaat.

صَلَّى اللَّهُ عَلَىٰ مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. السَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللَّهِ وَبَرَكَاتُهُ.


Related Articles

Back to top button