Kitab Fiqih Al- Muyassar : Bab – Riba
KAJIAN KITAB FIQH AL-MUYASSAR: BAB RIBA
Muslimin dan muslimat rahimani wa rahimakumullah. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang senantiasa mencurahkan karunia-Nya kepada kita. Selawat beriring salam semoga dianugerahkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala kepada Nabi kita Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam.
اللَّهُمَّ صَلِّ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِ مُحَمَّدٍ
Pembahasan kita di dalam kitab Fiqh Al-Muyassar Fi Dhau’il Kitab was Sunnah, bab yang kedua tentang riba. Tentang riba. وَفِيهِ مَسَائِلُ (Di dalamnya ada beberapa persoalan).
Definisi dan Hakikat Riba
Yang pertama tentang definisi riba. Kita perlu tahu apa itu riba. Dengan kita mengetahui dhawabit atau batasan-batasannya, maka kita akan bisa mengenal jati diri riba. Walaupun riba itu berubah baju, berubah kostum, berubah nama, tapi ketika kita mengenal jati dirinya, maka itu tidak akan memberikan pengaruh. Karena Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah mengatakan tentang khamar, bahwa akan ada orang yang memberi nama dengan nama yang lain. Tapi ketika kita mengenal dhawabit, ketentuan-ketentuan dan batas-batasnya, maka insyaallah kalau dia pakai jas ya tetap kita katakan riba, ketika dia pakai jubah tetap juga riba. Nama itu tidak akan memberikan pengaruh kepada hakikat. Seringkali terkadang kita terpengaruh oleh label nama ketika kita tidak mengenal jati diri.
Riba secara bahasa adalah الزِّيَادَةُ (penambahan). Secara syariat:
زِيَادَةُ أَحَدِ الْبَدَلَيْنِ الْمُتَجَانِسَيْنِ مِنْ غَيْرِ أَنْ يُقَابِلَ هَذِهِ الزِّيَادَةَ عِوَضٌ
(Tambahan pada salah satu dua barang yang sedang ditukar-menukar yang dia satu jenis tanpa diberikan penambahan itu ada kompensasinya).
Karena riba itu terbagi kepada dua. Ada namanya Riba Nasi’ah yang insyaallah nanti akan kita pelajari. Ada Riba Fadhl secara umum yang kita kenal dengan riba. Pada umumnya itu lebih banyak kepada Riba Nasi’ah. Nasi’ah itu apa? Nasi’ah itu tempo, waktu. Maka definisinya adalah:
زِيَادَةٌ مَشْرُوطَةٌ يَأْخُذُهَا الدَّائِنُ مِنَ الْمَدِينِ مُقَابِلَ الْأَجَلِ
(Tambahan yang disyaratkan, yang diambil oleh orang yang menghutangkan dari orang yang berhutang sebagai kompensasi waktu).
Maka kalau kita lihat pada umumnya praktik dari riba seperti rentenir, pinjam meminjam, simpan pinjam, itu adalah pemberian tambahan yang telah disyaratkan dari awal. Siapa yang mengambil tambahan itu? Orang yang memberikan pinjaman. Siapa yang memberikan tambahan itu? Adalah orang yang meminjam. Kenapa ada tambahan? Karena adanya waktu yang diberikan. Tambahan itulah yang namanya riba. Walaupun nanti ada yang menamakannya tidak dengan nama riba, tapi kalau prosesnya dan sistemnya seperti yang tadi, maka itu adalah riba dan itu adalah Riba Nasi’ah.
Tapi kalau seandainya penambahan nilai dari dua barang yang sejenis yang di dalamnya memiliki kriteria riba—yakni barang itu memiliki karakteristik riba yang sudah ditentukan oleh Nabi ada enam jenis barang dan bisa dikiaskan apabila dia punya illat yang sama—apabila jenis yang sama itu ditukar tapi ditambah salah satunya, maka itu juga dinamakan dengan riba. Dan itu namanya Riba Fadhl atau kelebihan.
Hukum Riba
Apa hukum riba? Hukum riba ini adalah:
الرِّبَا مُحَرَّمٌ فِي كِتَابِ اللَّهِ تَعَالَى
(Riba diharamkan di dalam Kitab Allah Ta’ala).
Baik rela atau tidak. Karena kan ada orang mengatakan, “Saya rela (ambo lai), atau saya setuju-setuju saja, dengan senang hati saya memberi, itu kan menolong saya.” Kehalalan dan keharamannya tidak terkait dengan kerelaan, berbeda dengan jual beli. Jual beli disyaratkan adanya unsur kerelaan dan suka sama suka antara kedua belah pihak. Karena ini berhubungan dengan hak manusia. Kalau riba itu adalah hak Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka kalau hak Allah, tidak ada kaitannya dengan rela atau tidak rela. Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengharamkannya.
Dalam Surah Al-Baqarah ayat 275:
وَأَحَلَّ اللَّهُ الْبَيْعَ وَحَرَّمَ الرِّبَا
(Allah telah menghalalkan jual beli dan telah mengharamkan riba).
Digandengkan oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala. Allah telah menghalalkan jual beli dan telah mengharamkan riba. Kenapa digandengkan? Karena ada orang yang melogikakan riba itu dengan jual beli. Sehingga dalam ayat itu juga dikatakan:
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
(Orang yang memakan riba, dia tidak akan bisa bangkit dari kuburannya kecuali seperti orang yang kesurupan).
Kenapa? Karena mereka makan riba. Kenapa mereka makan riba?
ذَلِكَ بِأَنَّهُمْ قَالُوا إِنَّمَا الْبَيْعُ مِثْلُ الرِّبَا
(Hal itu disebabkan karena mereka mengatakan bahwasanya jual beli itu sama saja dengan riba).
Dari sisi apa? Kalau jual beli beli 10, jual 12, untung dua. Begitu juga dengan riba; pinjamkan 10, diterimanya 12. Untung dua sebagai kompensasi waktu. “Kalau yang 10 tadi saya usahakan, saya olah, ya mungkin lebih dari itu,” kan begitu logikanya. Seperti itu. Sehingga kadang-kadang ketika ada orang meminjam uang, dikatakan, “Uang saya dipakai, kiranya Bapak memakainya untuk usaha, ah tentu harus ada untuk saya keuntungan.” Sementara dasarnya berbeda. Pinjaman (Al-Qardh) dasarnya adalah sosial. Dan insyaallah nanti akan kita membahas juga tentang Qardh.
Di dalam Surah Al-Baqarah ayat 278, Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan:
يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ
(Hai orang-orang beriman, takutlah kepada Allah. Tinggalkan yang masih tersisa dari riba jika kamu beriman).
Jadi dikaitkan sikap kita untuk meninggalkan riba dengan iman kita. Kalau konteksnya ini adalah konteks orang yang murabi, yaitu orang yang meminjamkan uang ke orang lain lalu dia mengambil faedah, mengambil keuntungan. Itu konteks awalnya. Tapi kan dalam hadis yang nanti kita pelajari bahwa orang yang meminjamkan dengan orang yang meminjam hukumnya sama. Nah, ayat ini dasarnya adalah orang yang meminjamkan uang. Ketika dia meminjamkan uang, dia meminta lebih. Maka Allah mengatakan, “Hai orang-orang yang masih bermain riba, yang meminjamkan uang kepada orang, takutlah kepada Allah.” وَذَرُوا مَا بَقِيَ مِنَ الرِّبَا (Tinggalkan apa yang masih tersisa dengan riba). Kalau modalnya sudah kembali, masih tinggal ribanya, tinggalkan sudah. Janganlah ambil. إِنْ كُنْتُمْ مُؤْمِنِينَ (Jika kalian beriman).
Lanjutkan yang berikutnya:
فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُوا فَأْذَنُوا بِحَرْبٍ مِنَ اللَّهِ وَرَسُولِهِ
(Jika kalian tidak melakukan, maka umumkanlah peperangan menghadapi Allah dan Rasul-Nya).
وَإِنْ تُبْتُمْ فَلَكُمْ رُءُوسُ أَمْوَالِكُمْ
(Jika kalian bertobat, maka bagi kalian adalah pokok harta/modal kalian saja).
Berapa uang yang diambil?
لَا تَظْلِمُونَ وَلَا تُظْلَمُونَ
(Kalian tidak menzalimi orang lain dan Anda juga tidak dizalimi karena modalnya sudah dikembalikan).
وَتَوَعَّدَ سُبْحَانَهُ وَتَعَالَى الْمُتَعَامِلَ بِالرِّبَا بِأَشَدِّ الْوَعِيدِ
(Allah telah mengancam orang yang bermuamalah atau bertransaksi dengan riba dengan ancaman yang berat).
الَّذِينَ يَأْكُلُونَ الرِّبَا لَا يَقُومُونَ إِلَّا كَمَا يَقُومُ الَّذِي يَتَخَبَّطُهُ الشَّيْطَانُ مِنَ الْمَسِّ
(Orang-orang yang memakan riba, mereka tidak akan bangkit, tidak akan bisa berdiri kecuali seperti orang yang berdiri—seperti berdirinya orang yang sedang kesurupan setan).
Maknanya mereka tidak bisa berdiri dari kuburan mereka pada saat dibangkitkan pada hari kiamat. إِلَّا كَقِيَامِ الْمَصْرُوعِ حَالَ صَرْعِهِ (Kecuali dia seperti bangkitnya orang yang sedang kesurupan). Pernahkah kita melihat orang kesurupan? Orang kesurupan itu tidak bisa berdiri. Berdiri dia jatuh lagi. Berdiri jatuh lagi.
وَذَلِكَ لِتَضَخُّمِ بُطُونِهِمْ بِسَبَبِ أَكْلِهِمُ الرِّبَا فِي الدُّنْيَا
(Hal itu disebabkan besarnya perut mereka dikarenakan mereka memakan riba di dunia).
وَعَدَّهُ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ مِنَ الْكَبَائِرِ
(Rasulullah menjadikan riba itu termasuk dosa-dosa besar).
وَلَعَنَ كُلَّ الْمُتَعَامِلِينَ بِالرِّبَا عَلَى أَيِّ حَالٍ كَانُوا
(Dan melaknat setiap individu atau pihak yang terkait dengan riba apapun kondisi mereka).
Dari Jabir radhiyallahu ta’ala ‘anhu:
لَعَنَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ آكِلَ الرِّبَا وَمُؤْكِلَهُ وَكَاتِبَهُ وَشَاهِدَيْهِ، وَقَالَ: هُمْ سَوَاءٌ
(Rasulullah melaknat yang memakan riba. Siapa yang makan riba? Orang yang meminjamkan, karena dia mengambil. Kalau misalkan pinjamkan 10 diambil 12 berarti dia memakan kan dua itunya riba. Lalu وَمُؤْكِلَهُ (dan yang menyuapkan riba). Siapa yang menyuguhkan riba? Yang meminjam. Tadi dia mengambil 10, dia kasih 12. Berarti dia menyuapkan walaupun dia tidak memakannya. وَكَاتِبَهُ (dan penulisnya), yang menulis transaksi itu ya berarti dia ikut serta mewujudkan transaksi riba. وَشَاهِدَيْهِ (dan dua orang saksinya). Karena sebagai tautsiq, sebagai penguatan, keabsahan. Kalau konteksnya sekarang bagaimana? Ya, transaksi-transaksi itu biasanya diperkuat dengan notaris. Maka notaris yang melegalkan transaksi riba, maka dia termasuk saksi di dalam transaksi riba itu. Lalu وَقَالَ هُمْ سَوَاءٌ (dan Beliau bersabda: Mereka ini sama).
Semua sama-sama kena laknat oleh Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam: pemakan, penyuguh, penulis, dan yang menjadi saksi.
وَقَدْ أَجْمَعَتِ الْأُمَّةُ عَلَى تَحْرِيمِهِ
(Umat telah sepakat akan keharaman riba).
Jadi enggak ada yang berbeda. Tidak ada perbedaan ulama di dalam masalah haramnya riba. Mungkin nanti terjadi perbedaannya adalah menilai benda ini riba atau tidak, itu saja. Tapi mereka semuanya sepakat bahwasanya riba itu adalah haram. Kenapa? Karena Allah sudah mengharamkan.
Hikmah Diharamkannya Riba
Persoalan yang kedua, الْحِكْمَةُ فِي تَحْرِيمِهِ (hikmah di dalam keharamannya). Mungkin bahasa yang lainnya adalah filosofi hukum keharamannya. Apa?
التَّعَامُلُ بِالرِّبَا يَحْمِلُ عَلَى حُبِّ الذَّاتِ وَالتَّكَالُبِ عَلَى جَمْعِ الْأَمْوَالِ وَتَحْصِيلِهَا مِنْ غَيْرِ طُرُقٍ مَشْرُوعَةٍ
(Bertransaksi dengan riba akan membawa kita untuk mencintai barang atau mencintai benda atau mencintai zat diri, dan selalu berupaya untuk mengumpulkan harta dan meraihnya dengan cara-cara yang tidak disyariatkan).
Karena penilaiannya itu semuanya adalah bagaimana bisa mendatangkan atau mendapatkan harta; kerakusan yang ada di situ.
وَتَحْرِيمُهُ رَحْمَةٌ بِالْعِبَادِ
(Dan keharaman riba itu adalah sebuah rahmat bagi hamba).
فَإِنَّ فِيهِ أَخْذًا لِأَمْوَالِ الْآخَرِينَ بِغَيْرِ عِوَضٍ
(Karena di dalam riba tersebut ada aktivitas mengambil harta orang lain tanpa ada ganti rugi yang diberikan).
Maksud ganti rugi ini apa? Contoh ketika kita membeli sebuah buku atau kita menjual buku, kita ambil uangnya kita ganti dengan buku. Berarti ada uang itu imbalannya adalah buku atau iwadh-nya adalah manfaat. Kita minta orang untuk membersihkan—seorang pekerja datang ke rumah seseorang, dia minta, dia bilang, “Beri saya uang, saya akan bekerja tempat Anda.” Jadi dia mengambil uang orang tadi dengan memberikan manfaat. Apa manfaatnya? Adalah jasa. Itu namanya iwadh. Jadi ada sesuatu yang bermanfaat yang diambil baik berupa benda maupun berupa jasa. Atau misalkan sewa-menyewa ya, kita kasihkan uang, kita ambil benda yang kita ambil manfaatnya, maka itu adalah iwadh-nya.
Sekarang orang mengambil riba, uang lebih tanpa ada apa yang dia dapatkan ya. Imbalan dua ini apa gitu? Kalau misalkan tadi kita katakan 10 lalu kembalikan 12, yang iwadh apa dia mengambil dua ini ganti ruginya atau imbangannya atau konsekuensinya apa? Waktu tidak. Ya, itu tidak bisa dijadikan sebagai iwadh waktu tersebut.
إِذِ الْمُرَابِي يَأْكُلُ أَمْوَالَ النَّاسِ دُونَ أَنْ يَسْتَفِيدُوا شَيْئًا فِي مُقَابِلِهِ
(Karena ketika orang yang murabi, orang yang bertransaksi riba ini atau orang yang memberikan hartanya dalam bentuk riba, dia memakan harta orang lain—mana harta orang lain itu? lebih ya, nilai lebih yang diberikan kepada dia—tanpa mereka mengambil faedah sama sekali atau manfaat sama sekali di dalam memberikan yang dua tadi).
كَمَا أَنَّهُ يُؤَدِّي إِلَى تَضَخُّمِ الْأَمْوَالِ وَزِيَادَتِهَا عَلَى حِسَابِ أَمْوَالِ الْفُقَرَاءِ
(Di samping itu juga berefek kepada menjadikan harta bertambah dan besar dalam merugikan orang fakir miskin).
Makanya Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan bahwa kezaliman yang ada atau yang terdapat di dalam riba lebih besar daripada kezaliman yang terjadi di dalam atau yang terdapat di dalam judi. Judi haram yaitu ketika dia mengambil harta orang dengan menang mainnya. Tapi judi boleh jadi orang miskin mengambil harta orang kaya, ya kalau seandainya dia adalah lawannya. Tapi murabi atau orang riba yang meminjamkan uang pasti dia mengambil uang lebih tadi dari orang fakir miskin, orang yang membutuhkan. Lalu dia mengambil uang orang tadi lebih banyak lagi. Maka dia membebani orang fakir yang seharusnya dibantu. Dibebani lagi dengan pembayaran yang lebih. Maka kezaliman di atas kezaliman.
Kemudian:
وَيُعَوِّدُ الْمُرَابِيَ الْكَسَلَ وَالْخُمُولَ
(Riba juga membiasakan orang yang suka memperanakkan uangnya atau meribakan uangnya itu menjadikan dia malas).
Kenapa? Sudah dia sebarkan uangnya, dia duduk saja. Tidak ada aktivitas gerakan ekonomi, tidak dia jualan, tidak dia bekerja, tidak dia bikin produksi dan yang lainnya.
وَالِابْتِعَادَ عَنِ الِاشْتِغَالِ بِالْمَكَاسِبِ الْمُبَاحَةِ النَّافِعَةِ
(Dan dia akan jauh dari melakukan aktivitas dalam mendatangkan keuntungan atau penghasilan yang mubah, yang bermanfaat).
Maka kita lihat orang yang suka di dalam meriba, dia akan masukkan uangnya investasi apa di deposito. Kemudian dia duduk saja nunggu apa namanya riba dari bunga dari deposito itu. Berbeda dengan orang yang tidak mau mendeposito hartanya. Dia berusaha untuk bagaimana dia bisa mendapatkan keuangan dengan uang yang dia miliki ini dengan cara beraktivitas. Boleh jadi dia berdagang atau memproduksi sehingga terjadilah pergerakan ekonomi. Kalau riba menjadikan ekonominya ya semakin berat ya semakin mahal. Karena pasti orang yang sudah memberikan deposito kemudian banknya juga akan memberikan, membebankan lagi kepada orang yang meminjam dari bank tersebut.
كَمَا أَنَّ فِيهِ قَطْعًا لِلْمَعْرُوفِ بَيْنَ النَّاسِ
(Riba juga menghilangkan dan memutuskan tindakan kebaikan sesama manusia).
وَسَدًّا لِبَابِ الْقَرْضِ الْحَسَنِ
(Dan menutup peluang untuk pinjaman yang baik).
Sekarang kalau kita lihat sangat susah kita mencari pinjaman kepada orang lain ya. Kenapa? Pikirannya kalau saya pinjamkan apa yang dapat saya, apa yang akan saya dapatkan ketika saya meminjamkan? Kenapa dia berpikir seperti itu? Karena sudah tersebarnya riba ini. Sehingga setiapnya dihitung dengan apa? Pengembalian kepada dirinya sehingga tidak ada lagi Qardh Hasan. Tapi kalau seandainya riba ini kita hilangkan, maka yang akan muncul adalah kalau kita ingin untuk mendatangkan uang ada di antaranya adalah musyarakah atau syirkah ya, atau juga adalah mudarabah. Ada orang dia punya keahlian, kita bisa berikan uang kita kepada dia. Nanti kita berbagi keuntungan. Terjadilah pergerakan ekonomi.
Begitu juga dengan bentuk-bentuk jual beli. Ada jual beli. Jual beli di antaranya adalah jual beli As-Salam. Ya, insyaallah mudah-mudahan nanti akan kita pelajari juga ya. Yaitu uangnya kita berikan dulu dengan kita membeli barang, menentukan barang dengan karakteristik atau spek dari barang itu. Nah, apa yang terjadi? Perekonomiannya akan berjalan karena dia tidak akan melakukan tindakan kecuali dia punya uang. Sekarang diberikan dulu uangnya lalu bergeraklah. Ya, mungkin dia harus menanam, mungkin dia harus berbuat, mungkin dia harus memproduksi. Nah, setelah itu baru dia berikan sesuai dengan kriteria yang telah disebutkan sehingga terjadi ya perputaran keuangan.
Kemudian juga:
وَتَحَكُّمُ طَبَقَةٍ مِنَ الْمُرَابِينَ بِأَمْوَالِ الْأُمَّةِ وَالِاقْتِصَادِ الْبِلَادِ
(Akibat dari transaksi riba ini, orang-orang yang memegang uang yang banyak yang suka meribakan ya, memperanakkan uangnya, merekalah yang mengendalikan ekonomi negeri. Dia akan mengendalikan harta umat).
Di samping itu:
وَهُوَ مَعْصِيَةٌ عَظِيمَةٌ لِلَّهِ تَعَالَى
(Dan ini yakni riba adalah maksiat yang besar terhadap Allah Subhanahu wa Ta’ala).
وَهُوَ وَإِنْ زَادَ مَالُ الْمُرَابِي فَإِنَّ اللَّهَ تَعَالَى يَمْحَقُ بَرَكَتَهُ
(Dan riba walaupun secara kasat mata harta orang yang suka melakukan riba itu bertambah, tapi pada hakikatnya Allah menghapus keberkahannya).
وَلَا يُبَارِكُ فِيهِ (Allah tidak memberikan keberkahan di dalam harta yang dia miliki). Sebagaimana firman Allah Subhanahu wa Ta’ala:
يَمْحَقُ اللَّهُ الرِّبَا وَيُرْبِي الصَّدَقَاتِ
(Allah menghapus keberkahan dari riba dan menambah keberkahan harta dengan bersedekah).
Dalam hadis Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga mengatakan, “Tidaklah seseorang memperbanyak hartanya dari riba kecuali nanti akan berakhir dengan kekurangan atau kebangkrutan.” Dan itu tentu bagi yang sudah punya pengalaman pasti akan merasakan. Kalau kita lihat transaksi riba ini sebenarnya dari awal itu kita sudah kalah. Apaan, 8 lawan 0. Semuanya kita sudah mengeluarkan dulu uang inilah, uang itu, semuanya ada kita keluarkan. Belum lagi kita dapat uang ya itu kita sudah bayar. Kemudian kita lihat orang yang suka melakukan riba sebenarnya pada hakikatnya dia adalah orang miskin. Tanahnya sudah tergadaikan ya sebagai jaminan. Rumahnya sudah jamin, mobilnya sudah dijamin, semuanya sudah jamin. Ujung-ujungnya akhirnya tidak punya apa-apa. Itu untuk di dunia ya. Di akhirat, apa yang telah disebutkan tadi oleh Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Kaum muslimin dan muslimat yang dimuliakan Allah Subhanahu wa Ta’ala. Maka kalau kita lihat riba ini sangat berbahaya sekali sebenarnya menjadikan ekonomi kita semakin terpuruk ya. Semakin terpuruk. Maka oleh karena itu, mari kita mulai bagaimana kita meninggalkan riba, memerangi riba. Dan ancaman yang lain, Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam juga katakan bahwa tidaklah tersebar riba dan zina pada satu kaum kecuali mereka telah mengundang azab Allah.
Pernah kami datang pada satu daerah yang qadarullah setelah kami datang terjadi musibah yang luar biasa, gempa. Di satu negeri itu nilai hutang dari masyarakatnya itu hampir 1/2 M, itu kita dapat data di satu KK itu dia punya meminjam uang ke empat atau lima lembaga ya, baik itu lembaga resmi atau tidak. Jadi mereka pinjam, pinjam, pinjam, semuanya adalah riba. Apakah itu koperasi, apakah itu mekar atau apalah namanya semuanya ya. Termasuk juga rentenir-rentenir yang ada. Nah, kecuali hanya kalau enggak salah empat rumah yang tidak terlibat dalam hal itu. Nah, ketika terjadinya gempa ya 2 tahun yang lalu hampir rata rumah itu ya rusak hancur.
Kalau kita kembalikan:
وَمَا أَصَابَكُمْ مِنْ مُصِيبَةٍ فَبِمَا كَسَبَتْ أَيْدِيكُمْ
(Tidak ada satu musibah pun yang menimpamu kecuali disebabkan oleh dosamu).
Dan hadis yang telah kita sebutkan tadi bahwa tidaklah tersebar satu riba dan zina pada satu kaum kecuali mereka telah mengundang azab Allah Subhanahu wa Ta’ala.
Jenis-Jenis Riba
Persoalan yang ketiga adalah أَنْوَاعُ الرِّبَا (Jenis-jenis riba).
Yang pertama adalah رِبَا الْفَضْلِ (Riba Al-Fadhl).
وَهُوَ الزِّيَادَةُ فِي أَحَدِ الْبَدَلَيْنِ الرِّبَوِيَّيْنِ الْمُتَّفِقَيْنِ جِنْسًا
(Yaitu penambahan pada salah satu dua barang yang bernilai riba yang jenisnya sama).
Penambahan dari salah satu pihak ya, dari satu-satu barang dari dua barang yang berunsur riba yang sama-sama jenisnya. Contoh emas dengan emas, perak dengan perak, rupiah dengan rupiah, dolar dengan dolar. Jadi jenisnya sama ketika ada penambahan dari dua orang bertransaksi dengan tukar-menukar ini ya, ada yang menambahnya, menambah nilainya atau melebihnya dari jenis yang sama maka itu adalah riba fadhl.
Contoh مِثَالُهُ:
أَنْ يَشْتَرِيَ شَخْصٌ مِنْ آخَرَ أَلْفًا وَمِائَتَيْ كَيْلَةٍ مِنَ الْقَمْحِ بِأَلْفٍ وَمِائَتَيْنِ مِنَ الْقَمْحِ
Baik, jenis riba itu ada enam nanti juga disebutkan. Pertama adalah emas, perak. Kemudian qamh (gandum), bur (gandum bur), sya’ir, termasuk adalah qamh yakni dari jenis al-bur, sya’ir, kurma (tamar), kemudian milh (garam). Maka di situ juga dianalogikan kepada makanan yang lain seperti beras misalnya ya. Maka kita mudahkan untuk pemahamannya.
Seorang membeli dari orang lain 1000 liter beras dengan dibayar 1.200 liter. Ya, mungkinkah itu terjadi? Mungkin kalau terjadi di dalam masalah kualitas ya, beras Anak Daro misalkan dengan beras misalkan beras Bulog ya pasti nilainya akan berbeda. Lalu mungkinkah akan membeli satu lawan satu? Tentu merasa rugi yang punya beras yang berkualitas. Nah, ketika berasnya sama, sama-sama beras yang 1000 ya dibeli dengan 1200 liter.
وَتَقَابَضَ الْمُتَعَاقِدَانِ الْعِوَضَيْنِ فِي مَجْلِسِ الْعَقْدِ
(Kedua-duanya menerima barang tadi di majelis akad).
فَالزِّيَادَةُ وَهِيَ الْمِائَتَانِ (Penambahan yang di situ adalah 200 ya). لَا مُقَابِلَ لَهَا (Tidak ada yang apa namanya lawannya). 1000 lawannya 1000 ada. Yang 200 ini mana lawannya? Ini di sini tidak ada ya. 1000 beras, 1000 beras. Ini ada lawannya yang 200 mana lawannya? Ini enggak ada ya. وَإِنَّمَا هِيَ فَضْلٌ (Dia adalah kelebihan).
Baik. Contoh yang lain. Ketika ibu-ibu mengganti gelang emasnya 10 gram dengan kalung 10 gram sama-sama emas ya. Yang seharusnya dilakukan adalah tinggal ganti yang 10 emas 10 gram dengan 10 gram selesai. Itu yang seharusnya. Tapi kenyataannya tidak. Apa yang terjadi? Yang 10 ini dengan 10 yang baru. 10 yang lama dia harus membayar 10 + 1 juta dengan dia mengambil 10 dari emas baru 10 gram. Yang 1 juta ini mana lawannya? Ini di sini tidak ada ya. Maka yang ribanya mana? Yang 1 juta itu namanya riba. Yang mana transaksinya pada saat yang sama, yakni pada waktu itu taqabudh serah terimanya, maka itu namanya Riba Al-Fadhl.
حُكْمُهُ (Hukumnya) adalah:
حَرَّمَتِ الشَّرِيعَةُ الْإِسْلَامِيَّةُ رِبَا الْفَضْلِ فِي سِتَّةِ أَشْيَاءَ
(Syariat Islam mengharamkan Riba Fadhl atau adanya penambahan di dari satu pihak pada enam jenis dari barang).
الذَّهَبُ (Emas), الْفِضَّةُ (Perak), الْبُرُّ (Gandum bur), وَالشَّعِيرُ (Gandum sya’ir), وَالتَّمْرُ (Kurma), وَالْمِلْحُ (Garam). Jadi garam termasuk ya apa namanya nilai riba.
فَإِذَا بِيعَ وَاحِدٌ مِنْ هَذِهِ الْأَشْيَاءِ السِّتَّةِ بِجِنْسِهِ حُرِّمَتِ الزِّيَادَةُ وَالتَّفَاضُلُ بَيْنَهُمَا
(Apabila dijual satu di antara barang-barang yang enam tadi dengan jenis yang sama, maka haram ada tambahan di dalamnya dan tidak ada yang lebih).
Berdasarkan hadis Abi Said Al-Khudri. Ya, termasuk juga hati-hati tukar-tukar kan jual beli itu kan tukar-menukar, tukar-menukar cincin perak. “Awak berkawan-kawan kah ya?” “Wih, rancak cincinnya ya.” “Ah iya tukar-tukar lah.” Tukar-menukar itu adalah jual beli. Yang ini digantikan ini. Ini berapa beratnya? Ya, itu mana beratnya? Ya, tidak mengetahui jumlah satu barang itu menunjukkan bahwa terjadinya perbedaan di dalamnya.
Atau yang meminta tambah فَقَدْ أَرْبَى (sungguh dia telah melakukan riba). وَالْآخِذُ وَالْمُعْطِي سَوَاءٌ (Orang yang mengambil dan orang yang memberi sama saja).
وَيُلْحَقُ بِهَذِهِ الْأَشْيَاءِ مَا شَارَكَهَا فِي الْعِلَّةِ
(Dikiaskan, dianalogikan kepada benda-benda yang enam ini, yaitu semua yang selain dari yang enam ini bisa dikiaskan kepadanya apabila illat-nya sama).
فَيَحْرُمُ فِيهِ التَّفَاضُلُ (Maka haramlah ada yang dilebihkan di dalam transaksinya).
فَالْعِلَّةُ فِي هَذِهِ الْأَشْيَاءِ (Illat riba di dalam benda-benda di atas) adalah yang pertama الْكَيْلُ وَالْوَزْنُ (yaitu takaran dan timbangan).
فَيَحْرُمُ التَّفَاضُلُ فِي كُلِّ مَكِيلٍ وَمَوْزُونٍ
(Maka diharamkan adanya kelebihan atau saling memberikan yang lebih di dalam setiap yang bisa ditakar).
Takar berarti dia berupa volume, dan مَوْزُونٍ (yang bisa ditimbang). Ditambah lagi adalah makanan dan nilai. Nilai tukar emas dan perak itu adalah nilai tukar. Maka dikiaskan kepadanya barang-barang yang dijadikan nilai tukar seperti uang, uang kertas ya, rupiah, dolar, ringgit dan yang lainnya. Adapun yang tadi yang empat yaitu gandum bur, gandum sya’ir, kemudian kurma dan garam itu adalah di samping dia bisa ditimbang atau ditakar, dia juga adalah makanan. Jadi kalau seandainya tidak makanan, maka tidak ada nilai ribanya di sana.
Contoh ketika kita membeli mobil tukar-menukar mobil tambah imbuhan ya Innova dengan Avanza misalkan. Nah, pasti orang yang punya Avanza ketika dia pengin Innova harus nambah ya. Nah, ini tidak termasuk transaksi riba karena dia bukan barang riba. Yang terkena itu hanya adalah barang-barang yang di dalamnya ada unsur riba.
Insyaallah pada pertemuan berikutnya kita akan sambung dalam رِبَا النَّسِيئَةِ (Riba An-Nasi’ah). An-Nasi’ah yaitu riba yang berhubungan dengan tempo, yaitu penambahan yang diberikan disebabkan oleh tempo yang dia berikan. Semoga bermanfaat untuk tanya jawab insyaallah pada pertemuan berikutnya insyaallah ya. Sehingga pembahasan kita sudah selesai dan bisa kita tanya jawab setelah itu.
Wallahu Ta’ala A’lam.
Wa shallallahu ‘ala Nabiyyina Muhammad wa ‘ala alihi wa shahbihi ajma’in.
Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh
