0%
Kembali ke Blog Al Mulakhos Al Fiqhi: ‘Iddah dalam Fiqih

Al Mulakhos Al Fiqhi: ‘Iddah dalam Fiqih

07/12/2025 9 kali dilihat 17 mnt baca

بسم الله الرحمن الرحيم. السلام عليكم ورحمة الله وبركاته

إنَّ الْحَمْدَ لِلَّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِينُهُ وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوذُ بِاللَّهِ مِنْ شُرُورِ أَنْفُسِنَا وَمِنْ سَيِّئَاتِ أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللَّهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ، وَمَنْ يُضْلِلْ فَلَا هَادِيَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللَّهُ وَحْدَهُ لَا شَرِيكَ لَهُ، وَأَشْهَدُ أَنَّ مُحَمَّدًا عَبْدُهُ وَرَسُولُهُ. اللَّهُمَّ صَلِّ وَسَلِّمْ عَلَى نَبِيِّنَا مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. اللَّهُمَّ لَا عِلْمَ لَنَا إِلَّا مَا عَلَّمْتَنَا إِنَّكَ أَنْتَ الْعَلِيمُ الْحَكِيمُ. اللَّهُمَّ عَلِّمْنَا مَا يَنْفَعُنَا وَانْفَعْنَا بِمَا عَلَّمْتَنَا وَزِدْنَا عِلْمًا. اللَّهُمَّ إِنَّا نَسْأَلُكَ عِلْمًا نَافِعًا وَرِزْقًا طَيِّبًا وَعَمَلًا مُتَقَبَّلًا. اللَّهُمَّ لَا سَهْلَ إِلَّا مَا جَعَلْتَهُ سَهْلًا وَأَنْتَ تَجْعَلُ الْحَزْنَ إِذَا شِئْتَ سَهْلًا.

Kaum muslimin dan muslimat, أَرْحَمَنِي وَرَحِمَكُمُ الله (semoga Allah merahmati saya dan Anda sekalian). Kembali kita melanjutkan kajian fikih dari kitab الْمُلَخَّصُ الْفِقْهِيُّ (Al-Mulakhas Al-Fiqhi) dengan bab baru yaitu فِي أَحْكَامِ الْعِدَّةِ (tentang hukum iddah). Iddah ini adalah efek dari talak, مِنْ آثَارِ الطَّلَاقِ الْعِدَّةُ (salah satu dampak dari talak yang dijatuhkan adalah adanya iddah). وَيُرَادُ بِهَا التَّرَبُّصُ الْمَعْدُوْدُ شَرْعًا (Yang dimaksud dengan iddah itu adalah masa tunggu atau masa menunggu yang telah ditentukan secara syariat).

Dalil terhadap iddah ini, وَدَلِيلُهَا الْكِتَابُ وَالسُّنَّةُ وَالْإِجْمَاعُ (dalilnya adalah dari Al-Kitab/Al-Qur’an, Sunnah, dan Ijma’). وَأَمَّا الْكِتَابُ (Adapun Al-Qur’an), mengatakan فَقَوْلُهُ تَعَالَى (firman Allah Subhanahu wa Ta’ala):

وَالْمُطَلَّقَاتُ يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ

“Wanita-wanita yang ditalak hendaknya menahan diri (menunggu) tiga kali quru’.” (QS. Al-Baqarah: 228).

قُرُوءٍ (Quru’) di sini diterjemahkan tiga kali haid. Terjadi perbedaan pandang ulama dalam menafsirkan apakah quru ini adalah masa suci atau masa haid. Kemudian dalam surah At-Talaq ayat 4:

وَاللَّائِي يَئِسْنَ مِنَ الْمَحِيضِ مِنْ نِسَائِكُمْ إِنِ ارْتَبْتُمْ فَعِدَّتُهُنَّ ثَلَاثَةُ أَشْهُرٍ وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ

“Dan wanita-wanita yang tidak haid lagi (monopause) di antara wanita-wanita kalian, jika kalian ragu (dengan masa iddahnya), maka masa iddahnya adalah tiga bulan; dan begitu (pula) perempuan-perempuan yang tidak haid.”

Kalau yang masih aktif, masih masa haid, ثَلَاثَةَ قُرُوءٍ (tiga kali haid). Kalau tidak lagi haid, maka tiga bulan, وَاللَّائِي لَمْ يَحِضْنَ (begitu pula wanita yang tidak haid). Dia belum menopause tapi tidak haid-haid. Ada وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ (Adapun wanita-wanita yang hamil, maka masa iddah mereka adalah sampai mereka melahirkan kandungannya).

Jadi, ada dalam dua ayat ini ada tiga tipe dari wanita:

  1. Yang pertama dia haid, maka masa iddahnya tiga kali haid.
  2. Yang kedua sudah menopause, sudah tidak haid lagi atau memang tidak keluar haidnya, maka itu tiga bulan.
  3. Ketiga adalah hamil, masa iddahnya adalah sampai dia melahirkan.

Maka yang ketiga-tiga di atas, هَذَا بِالنِّسْبَةِ لِلْمُفَارَقَةِ فِي الْحَيَاةِ (ini adalah bagi wanita yang berpisah dalam keadaan hidup/cerai hidup). وَأَمَّا بِالنِّسْبَةِ لِلْمُتَوَفَّى عَنْهَا (Adapun cerai mati), فَقَدْ قَالَ اللهُ تَعَالَى فِيهَا (Allah Subhanahu wa Ta’ala telah mengatakannya):

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dengan meninggalkan istri-istri, hendaklah para istri itu menangguhkan dirinya (beriddah) selama empat bulan sepuluh hari.” (QS. Al-Baqarah: 234).

Adapun dalil dari sunnah, وَدَلِيلُهُ مِنَ السُّنَّةِ حَدِيثُ عَائِشَةَ رَضِيَ اللهُ تَعَالَى عَنْهَا قَالَتْ: أُمِرَتْ بَرِيرَةُ أَنْ تَعْتَدَّ بِثَلَاثِ حِيَضٍ (Hadits Aisyah Radhiyallahu Ta’ala Anha, ia berkata: Barirah diperintahkan untuk mengambil masa iddahnya tiga kali haid). Hadits ini diriwayatkan oleh Ibnu Majah dan dalil-dalil yang lain, hadits-hadits yang lain yang menunjukkan hal yang demikian.123

Adapun hikmah, apa hikmah di balik iddah ini? وَمَا الْحِكْمَةُ فِي مَشْرُوعِيَّةِ الْعِدَّةِ؟ (Adapun hikmah disyariatkannya iddah ini), فَهِيَ اسْتِبْرَاءُ رَحِمِ الْمَرْ4أَةِ مِنَ الْحَمْلِ (yaitu memastikan bers5ihnya rahim wanita dari kehamilan). لِئَل6َّا يَحْصُلَ اخْتِلَاطُ الْأَنْسَابِ (Agar tidak terjadi campur aduknya nasab). Ini anak siapa, ya? وَذَلِكَ إِتَاحَةُ الْفُرْصَةِ لِلزَّوْجِ لِيُرَاجِعَ نَادِمًا (Begitu juga diberikan kesempatan kepada suami yang mentalak untuk boleh kembali kepada istrinya apabila dia menyesal dengan menjatuhkan talak). Apabila talak itu masih talak raj’i, yaitu talak satu dan talak dua.

وَمِنَ الْحِكْمَةِ أَيْضًا تَعْظِيمُ عَقْدِ النِّكَاحِ (Di antara hikmah juga adalah mengagungkan akad pernikahan), bahwa akad pernikahan itu gak boleh dimain-mainkan ya, agung, suci. وَأَنَّ لَهُ حُرْمَةً (Bahwasanya akad nikah itu ada kehormatannya/memiliki kehormatan). وَتَعْظِيمُ حَقِّ الزَّوْجِ الْمُطَلِّقِ (Dan mengagungkan atau haknya suami yang mentalak itu juga besar). وَفِيهَا أَيْضًا صِيَانَةُ حَقِّ الْحَمْلِ فِيمَا لَوْ كَانَتِ الْمُفَارَقَةُ حَامِلًا (Nah, begitu juga hikmahnya adalah menjaga atau memelihara hak janin apabila terjadi perpisahan ketika keadaan istri sedang hamil).

وَبِالْجُمْلَةِ فَالْعِدَّةُ حَرِيمٌ لِلنِّكَاحِ السَّابِقِ (Bahwa iddah itu merupakan pagar yang melindungi adanya pernikahan yang sebelumnya).

Ada diceritakan bahwa orang Yahudi masuk Islam gara-gara syariat iddah. Seorang Amerika dia meneliti kenapa agama Islam ini punya iddah dalam perceraian. Dia teliti, ternyata seorang yang bergaul dengan istrinya atau laki-laki bergaul dengan perempuan itu menyisakan jejak. Bisa dikatakan ada sidik jarinya, ya. Dengan dia haid, terhapuslah sidik jari tadi. Lalu dia coba pergi ke daerah Afrika, di daerah-daerah yang semuanya Muslim. Dia coba teliti suami istri. Ternyata istri ini semuanya sidik jari satu ya, enggak ada yang dua, enggak ada yang tiga, karena sidik jari-sidik jari suaminya semuanya.

Pergilah dia ke daerah Nasrani. Ternyata seorang wanita punya sidik jari lebih dari dua karena tukar-tukar pasangan. Lalu dia pulang, dia coba tes istrinya. Ternyata di situ lebih dari satu. Sidik jari dia tes anaknya, DNA anaknya. Kalau enggak salah anaknya tiga; satu yang punya dia, dua punya orang lain. Setelah itu dia masuk Islam. Kalau tidak salah beberapa hari kemarin saya membaca—dari mana ya, saya lupa negara mana—ada seorang wanita umur 19 tahun melahirkan dua orang anak kembar. Ternyata masing-masing anak bapaknya berbeda, ya.

Dan di sini juga ada hikmahnya. Nabi صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ mengatakan apa? “Jangan engkau siram tanaman orang lain.” Ya, boleh jadi indung telur tadi sudah ada pembuahan, ternyata dipakai lagi oleh yang lain. Ternyata sel telurnya, apa, spermanya itu kuat gitu loh, bisa menembus. Akhirnya terjadi lagi pembuahan satu lagi. Yang ini sudah ada pembuahan, terjadi pembuahan lagi satu lagi, maka DNA-nya maka berbeda, gitu ya. Dan ini agama kita luar biasa, ya. Makanya tidak boleh adanya menikah dalam keadaan hamil ketika… Ya, istri itu hamil harus masa iddahnya sampai dia menyelesaikan/melahirkan. Agar apa? Agar hak janin itu terpelihara. Ya, tidak ada yang dicampur aduk.

وَأَمَّا مَنْ تَلْزَمُهَا الْعِدَّةُ؟ فَالْعِدَّةُ تَلْزَمُ كُلَّ امْرَأَةٍ فَارَقَتْ زَوْجَهَا بِطَلَاقٍ أَوْ خُلْعٍ أَوْ فَسْخٍ أَوْ مَاتَ عَنْهَا (Lalu siapakah yang pantas atau siapakah yang harus atau wajib beriddah? Siapa yang wajib beriddah? Laki-laki atau perempuan? Ya, yang wajib beriddah itu adalah setiap wanita yang berpisah dengan suaminya disebabkan oleh talak yang dijatuhkan oleh suami, atau khulu’ yaitu cerai tebusan—berarti gugat cerai yang diajukan oleh istri yang disetujui oleh hakim—fasakh/pembatalan pernikahan yang dilakukan oleh hakim, atau suaminya yang meninggal dunia, maka orang-orang ini wajib untuk melakukan iddah).

بِشَرْطِ أَنْ يَكُونَ الزَّوْجُ الْمُفَارِقُ لَهَا قَدْ خَلَا بِهَا وَهِيَ مُطَاوِعَةٌ مَعَ عِلْمِهِ بِهَا وَقُدْرَتِهِ عَلَى وَطْئِهَا، سَوَاءٌ كَانَتِ الزَّوْجَةُ حُرَّةً أَمْ أَمَةً، وَسَوَاءٌ كَانَتْ بَالِغَةً أَمْ صَغِيرَةً يُمْكِنُ وَطْؤُهَا (Dengan syarat bahwa suami yang mentalaknya telah berbaur dengan istri itu, telah pernah berbaur, yakni sekamar berdua. Dan dia pun pasrah/ikut mau taat ngikut gitu loh kepada suami, atas sepengetahuan suami, dan suami juga mampu melakukan hubungan badan dengan istri tersebut. Kalau seandainya akad nikah lalu belum pernah satu kamar, maka tidak ada masa iddah. Ya, atau sekamar ternyata suami impoten).

Nah, jadi syaratnya tadi apa? Suami yang mentalaknya telah berduaan sekamar dengan istri tersebut yang dia mentaati sepengetahuan suami, ya, dan kemampuan suami untuk menggaulinya. Baik istri itu adalah seorang wanita yang merdeka atau budak perempuan. Baik dia sudah baligh atau masih kecil tapi masih sudah bisa digauli. Ya, artinya potensi untuk berhubungan badan itu ada gitu intinya, dengan syarat ada potensi dan indikator bahwasanya mereka telah melakukan hubungan badan.

وَأَمَّا مَنْ فَارَقَهَا زَوْجُهَا حَيًّا بِطَلَاقٍ أَوْ غَيْرِهِ قَبْلَ الدُّخُولِ بِهَا، فَلَا عِدَّةَ عَلَيْهَا (Adapun suami… adapun wanita yang ditalak oleh suaminya dalam keadaan hidup disebabkan oleh talak atau yang lainnya sebelum bergaul dengan istri, maka tidak wajib bagi dia untuk iddah. Tidak wajib beriddah). لِقَوْلِهِ تَعَالَى (Karena firman Allah Ta’ala):

يَا أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا إِذَا نَكَحْتُمُ الْمُؤْمِنَاتِ ثُمَّ طَلَّقْتُمُوهُنَّ مِنْ قَبْلِ أَنْ تَمَسُّوهُنَّ فَمَا لَكُمْ عَلَيْهِنَّ مِنْ عِدَّةٍ تَعْتَدُّونَهَا

“Hai orang-orang yang beriman, jika kalian menikahi orang-orang mukminat, kemudian kalian jatuhkan talak terhadap mereka sebelum kalian menyentuhnya (yakni menyampurinya), maka kalian tidak punya hak iddah terhadap mereka yang mereka untuk beriddah.” (QS. Al-Ahzab: 49).

Yakni tidak ada masa iddah yang harus di… yang perlu dihitung, tidak perlu yang diperhatikan. Jadi enggak perlu ada… yang artinya kalau dia jatuhkan talak sudah lepas, sudah enggak ada masa tunggu masa berpikir lagi gitu ya kalau seandainya belum digauli. تَعْتَدُّونَهَا أَيْ تُحْصُونَهَا بِالْأَقْرَاءِ أَوِ الْأَشْهُرِ (Artinya kalian tidak bisa beriddah. Yakni maksudnya kalian menjaga istri dengan masa haidnya atau masa bulannya ya beberapa bulan. Artinya kamu tidak bisa perhatikan, tidak ada kesempatan untuk ya berpikir menjaganya dengan haid atau bulan-bulan). أَنْ تَمَسُّوهُنَّ أَيْ تُجَامِعُوهُنَّ (Menyentuh mereka, yakni maksudnya menggauli mereka).

فَالْآيَةُ الْكَرِيمَةُ تَدُلُّ عَلَى أَنَّهُ لَا عِدَّةَ عَلَى غَيْرِ الْمَدْخُولِ بِهَا (Ayat yang mulia ini menunjukkan bahwa tidak ada masa iddah bagi wanita yang ditalak sebelum digauli). وَلَا خِلَافَ فِي ذَلِكَ بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ (Dan tidak ada perbedaan antara kalangan ulama dalam masalah itu). وَذِكْرُ الْمُؤْمِنَاتِ هُنَا مِنْ بَابِ التَّغْلِيبِ (Penyebutan nama Mukminat di sini karena dalam unsur itu yang dominan/dominasi ya, karena pada umumnya orang mukmin itu nikah dengan mukmin, mukmin dengan mukmin/mukminah). لِأَنَّهُ لَا فَرْقَ بَيْنَ الزَّوْجَاتِ الْمُؤْمِنَاتِ وَالْكِتَابِيَّاتِ فِي هَذَا الْحُكْمِ بِاتِّفَاقِ أَهْلِ الْعِلْمِ (Dan di sini tidak ada perbedaan antara jika istri-istrinya adalah dari kalangan mukminat atau dari kalangan Ahli Kitab. Tidak ada perbedaannya, sama statusnya).

وَأَمَّا الْمُفَارَقَةُ بِالْوَفَاةِ، فَتَعْتَدُّ مُطْلَقًا، سَوَاءٌ كَانَتِ الْوَفَاةُ قَبْلَ الدُّخُولِ أَوْ بَعْدَهُ (Adapun cerai mati, maka si istri beriddah secara mutlak. Baik kematian itu sebelum bercampur atau setelah bercampur. Kalau cerai hidup dibedakan antara yang belum digauli dan setelah digauli. Adapun kalau misalkan wafat/cerai mati maka semuanya diberlakukan masa iddahnya). لِعُمُومِ قَوْلِهِ تَعَالَى (Karena keumuman firman Allah Subhanahu wa Ta’ala):

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan istri-istri, maka istri-istri itu menunggu diri mereka (yakni beriddah) selama empat bulan sepuluh hari.”

وَلَمْ يَرِدْ مَا يُخَصِّصُهَا (Dan tidak ada satu pun dalil yang mengkhususkannya). Maka ini bersifat umum. Baik istri yang sudah digauli maupun istri yang belum digauli.

وَمَا أَنْوَاعُ الْمُعْتَدَّاتِ؟ فَهُنَّ عَلَى سَبِيلِ الْإِجْمَالِ سِتٌّ (Adapun macam-macam wanita yang beriddah, mereka itu secara umum ada enam macam):

  1. الْحَامِلُ (Wanita yang hamil).
  2. وَالْمُتَوَفَّى عَنْهَا زَوْجُهَا مِنْ غَيْرِ حَمْلٍ مِنْهُ (Suaminya yang meninggal dunia dalam keadaan tidak hamil). Jadi ada hamil baik suaminya meninggal dunia atau tidak meninggal dunia. Yang kedua, tidak hamil tapi suaminya meninggal. Ya, suaminya meninggal tanpa hamil dia istri.
  3. وَالْحَائِلُ الَّتِي تَحِيضُ وَقَدْ فُورِقَتْ فِي الْحَيَاةِ (Kemudian wanita dewasa, wanita yang haid ya, yang dipisah hidup/cerai hidup).
  4. وَالْحَائِلُ الَّتِي لَا تَحِيضُ لِصِغَرٍ أَوْ إِيَاسٍ وَهِيَ مُفَارَقَةٌ فِي الْحَيَاةِ (Yang keempat, wanita yang tidak haid. Baik karena kecil umurnya atau sudah menopause dan dia cerai hidup).
  5. وَمَنِ ارْتَفَعَ حَيْضُهَا وَلَمْ تَدْرِ مَا رَفَعَهُ (Yang kelima, wanita yang berhenti haidnya, namun ia tidak tahu apa penyebab berhentinya haid. Dilihat umur, umur masih produktif, misalkan umur baru mungkin 30 ya, tapi enggak haid-haid).
  6. وَامْرَأَةُ الْمَفْقُودِ (Wanita yang dianggap hilang… Istri dari suami… wanita yang suaminya dinyatakan hilang. Nah, ini sudah sekian tahun gak balik-balik. Ya, sekian tahun tidak balik-balik. Beda misalkan suami bilang merantau ya, tapi tidak datang berita-berita ini masih bisalah. Tapi ini tahu-tahunya suaminya enggak tahu ke mana perginya. Ditunggu, ditunggu, ditunggu sekian tahun gak datang-datang. Ah, sudah dianggap sebagai orang hilang).

Itu secara enam poin, enam macam: Yang pertama, wanita yang hamil baik dicerai hidup atau cerai mati. Yang kedua, dicerai mati tapi dia tidak haid, eh tidak hamil. Yang ketiga, dia wanita yang haid. Yang keempat, wanita yang tidak haid disebabkan kecil atau sudah tua. Yang kelima, dia tidak haid, berhenti haidnya tapi tidak tahu apa penyebabnya. Yang keenam, wanita yang suaminya dinyatakan hilang. Maka kita lihat rincinya. Rinci masing-masing.

فَالْحَامِلُ تَعْتَدُّ بِوَضْعِ الْحَمْلِ (Wanita yang hamil harus melaksanakan iddahnya sampai dia melahirkan kandungannya). سَوَاءٌ كَانَتْ مُفَارَقَةً فِي الْحَيَاةِ أَوْ بِالْمَوْتِ (Baik itu cerai hidup maupun cerai mati). Walaupun satu jam setelah dijatuhkan talak—bertengkar dia, lalu suaminya bilang, “Saya ceraikan kamu.” Kata ada seorang sahabat kalau saya lupa namanya, sebelum pergi ke masjid dia bilang dia jatuhkan talak ke istrinya. Pulang dari masjid istrinya sudah melahirkan. Ya, kalau sudah melahirkan enggak ada lagi. Sudah bebas dia. Dia sudah boleh menikah dengan orang lain.

Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman: وَأُولَاتُ الْأَحْمَالِ أَجَلُهُنَّ أَنْ يَضَعْنَ حَمْلَهُنَّ (Wanita-wanita yang hamil masa iddahnya adalah [sampai] mereka meletakkan kandungannya, yakni maksudnya melahirkan kandungannya). فَدَلَّتِ الْآيَةُ الْكَرِيمَةُ عَلَى أَنَّ عِدَّةَ الْحَامِلِ تَنْتَهِي بِوَضْعِ الْحَمْلِ (Ayat ini, ayat mulia ini menunjukkan bahwa iddah wanita yang hamil berakhir dengan lahirnya kandungan). Lahir kandungan baik dengan normal maupun operasi, سَوَاءٌ كَانَتْ مُتَوَفًّى عَنْهَا أَوْ مُفَارَقَةً فِي الْحَيَاةِ (baik dia itu adalah cerai mati maupun cerai hidup).

وَذَهَبَ بَعْضُ السَّلَفِ إِلَى أَنَّ الْحَامِلَ الْمُتَوَفَّى عَنْهَا تَعْتَدُّ بِأَبْعَدِ الْأَجَلَيْنِ (Sebagian dari Salaf ada yang berpendapat bahwa wanita yang hamil yang suaminya meninggal dunia masa iddahnya berakhir mana masa iddah yang paling panjang dari dua masa iddah?). Ya, masa iddah yang meninggal berapa? 4 bulan 10 hari. Masa iddah hamil sampai dia melahirkan. Kalau seandainya dua bulan setelah suaminya meninggal dunia lalu dia melahirkan, maka menurut pendapat yang ini bahwa setelah melahirkan masih ada masa iddahnya sisa 2 bulan 10 hari. Tapi kalau dia suaminya meninggal dunia di awal-awal bulan hamilnya, bulan kedua misalkan, masih ada tersisa 7 bulan lagi. Ya, walaupun habis 4 bulan 10 hari masih ada masa yang terpanjang yaitu masa hamilnya.

وَلَكِنْ حَصَلَ الِاتِّفَاقُ بَعْدَ ذَلِكَ عَلَى انْقِضَاءِ عِدَّةِ الْحَامِلِ الْمُتَوَفَّى عَنْهَا بِوَضْعِ حَمْلِهَا (Akan tetapi terjadi kesepakatan setelah itu, sepakat ulama bahwa berakhirnya masa iddah wanita yang hamil baik yang pisah cerai hidup atau cerai mati ya, atau maksud sini adalah cerai mati ya khususnya cerai mati, adalah dengan melahirkan kandungannya). لَكِنْ لَيْسَ كُلُّ حَمْلٍ تَنْقَضِي الْعِدَّةُ بِوَضْعِهِ (Akan tetapi bukan setiap kandungan yang bisa… yang iddah itu berakhir dengan meletakkannya, yakni mengeluarkannya. Tidak semua kandungan apabila dia keluar itu mengeluarkan mengakhiri masa iddah).

وَإِنَّمَا الْمُرَادُ الْحَمْلُ الَّذِي قَدْ تَبَيَّنَ فِيهِ خَلْقُ إِنْسَانٍ (Akan tetapi maksudnya adalah kandungan yang di dalam kandungan itu kelihatan terciptanya manusia). Maksudnya bagaimana? Kalau misal memang sudah masanya untuk lahir, pasti sudah kelihatan sebagai manusia gitu ya. 9 bulan pasti kelihatan manusia. Tapi kalau seandainya terjadi keguguran ya, keguguran… لَوْ أَلْقَتْ مُضْغَةً لَمْ يَتَبَيَّنْ فِيهَا الْخِلْقَةُ (kalau seandainya dia menggugurkan mudghah baru bentuk daging, belum kelihatan terciptanya manusia; belum ada tangannya, belum ada kepalanya, mungkin ada kepalanya tapi belum ada kaki, belum ada). فَإِنَّهَا لَا تَنْقَضِي بِهَا الْعِدَّةُ (Dengan kelahirannya itu atau keluarnya itu tidak bisa mengakhiri masa iddah). Contoh misalkan kehamilan pada 2 bulan atau 3 bulan biasanya belum terbentuk. Tapi kalau 4 bulan mungkin belum ditiupkan roh, tapi sudah kelihatan bentuknya, sudah kelihatan tangannya, kelihatan kepalanya, kelihatan kakinya.

Ya, itu kecil sekali. Kami pernah kemarin itu biasa program silaturahmi, kita pergi ke tempat pemandian jenazah yang terbesar di Makkah. Itu Maghsalah Muhajirin, itu sekali dalam waktu yang sama bisa memandikan 24 jenazah ya, mobilnya sama banyak sekali. Pas kami ya diberikan bimbingan, datang ee apa, janin yang gugur gitu loh. Dipraktikkan betul kecil sekali ini ya, ada kelihatan ya ee apa namanya kepalanya ada, tangannya ada kecil kayak ginilah, kayak lalu dimandikan gitu. Artinya ini sudah diberlakukan sebagaimana manusia karena dia sudah berbentuk walaupun dia belum berumur 4 bulan. Biasanya kalau 4 bulan sudah berbentuk gitu.

Thayyib, kita azan dulu ya. Barakallah.

(Adzan berkumandang: Allahu Akbar… Lailahaillallah)

Baik, kita lanjutkan. أَيْضًا يُشْتَرَطُ لِانْقِضَاءِ الْعِدَّةِ بِوَضْعِ الْحَمْلِ إِمْكَانُ نِسْبَتِهِ أَيِ الْحَمْلِ إِلَى الْمُفَارِقِ (Syarat yang kedua, begitu juga disyaratkan berakhirnya masa iddah disebabkan melahirkan kandungan adalah bisanya ya kandungan yang dilahirkan itu dinisbatkan kepada suami yang mentalak). Yakni maksudnya adalah janin yang dilahirkan bisa dinasabkan, ya yakni dilahirkan nasabnya harus mengikuti suami yang menceraikan.

فَإِنْ لَمْ يُمْكِنْ نِسْبَتُهُ إِلَى الْمُفَارِقِ لِصِغَرِهِ أَوْ لِعَيْبِهِ أَوْ لِوِلَادَتِهِ لِدُونِ سِتَّةِ أَشْهُرٍ مُنْذُ عَقْدِ النِّكَاحِ وَأَمْكَنَ اجْتِمَاعُهُ بِهَا وَعَاشَ الْمَوْلُودُ، لَمْ تَنْقَضِ بِهِ الْعِدَّةُ (Jika tidak bisa dinasabkan janin ini kepada suami yang menceraikan disebabkan karena suami tidak mungkin memberikan ee tidak mungkin untuk memberikan keturunan karena kecil umurnya, atau karena cacat biologis, atau anak ini lahir di bawah 6 bulan semenjak akad pernikahan mereka. Dan memungkinkan dalam kondisi keduanya mungkin berkumpul. Dan si anak/maulud yang dilahirkan ini hidup. Ya, maka masa iddahnya tidak bisa berakhir dengannya karena anak itu tidak bisa dinasabkan kepada mantan suaminya).

Gimana contohnya nih? Ya, si A menikahi si B. Kemudian si A ini adalah orang yang—maaf—tidak punya kemaluan terpotong misalnya ya, atau impoten atau secara biologis tadi ya, sehingga tidak memungkinkan dia untuk memberikan keturunan. Lalu dia menceraikan istrinya yang hamil. Nah, gimana tuh? Maka kandungan itu enggak mungkin dinasabkan. Sebelumnya kan kita sudah mempelajari tentang nasab ya, itu sudah pasti perbuatan produk lain itu ya, sudah pasti produk lain atau dia lahir di bawah umur 6 bulan.

Kita sudah pelajari ya. Ada Ustaz Taufik juga nanya kemarin itu, “Bagaimana kalau seandainya seorang menikah dengan kecelakaan dulu gitulah. Lalu anak ini lahir?” Saya tanya kepada guru, ketua Syekh Ubailan. Kata beliau, “Kita informasikan bahwa anak ini lahir lebih dari 6 bulan setelah mereka di akad.” Maka kata Syekh, “Anak ini dinisbatkan kepada bapaknya.” Saya pertekankan lagi, “Walaupun mereka yang perempuan mengakui bahwasanya ketika akad dia sudah hamil?” Kata Syekh, “Walaupun, dengan catatan dia anak tadi lahir setelah 6 bulan dari masa akad pernikahan, maka anak itu bisa dinasabkan kepada bapaknya.” Kalau sudah bisa menasabkan kepada bapaknya, semuanya ngikut hukumnya semuanya.

Baik. Jadi yang tadi kalau seandainya tidak memungkinkan dia memberikan keturunan karena kecil umurnya atau ada penghalang secara biologis, cacat biologis, atau lahir di bawah dari umur 6 bulan dari masa akad pernikahan dan mereka bisa berkumpul ya, maka tetap juga tidak bisa digabungkan atau digolongkan nasab ini kepada mantan suaminya. Maka kelahiran ini tidak bisa mengakhiri masa iddah mereka ya. Tidak bisa mengakhiri masa iddah. Jadi masa iddah melahirkan kandungan bisa mengakhiri masa iddah apabila anak yang dilahirkan disahkan kepada suami yang menceraikan. Itu intinya.

وَأَقَلُّ مُدَّةِ الْحَمْلِ سِتَّةُ أَشْهُرٍ (Masa kandungan yang paling minim, minimal masa kandungan adalah 6 bulan). Ya, berdasarkan firman Allah Subhanahu wa Ta’ala dalam surah Al-Ahqaf: وَحَمْلُهُ وَفِصَالُهُ ثَلَاثُونَ شَهْرًا (Kandungannya, mengandungnya dan menyusuinya selama 30 bulan). Ditambah dengan firman Allah dalam surah Al-Baqarah ayat 233: وَالْوَالِدَاتُ يُرْضِعْنَ أَوْلَادَهُنَّ حَوْلَيْنِ كَامِلَيْنِ (Ibu-ibu ya orang ibu-ibu menyusui anak-anaknya selama dua tahun yang sempurna).

فَإِذَا أَسْقَطْنَا مُدَّةَ الرَّضَاعِ وَهِيَ حَوْلَانِ أَيْ أَرْبَعَةٌ وَعِشْرُونَ شَهْرًا مِنْ ثَلَاثِينَ شَهْرًا يَبْقَى سِتَّةُ أَشْهُرٍ وَهِيَ أَقَلُّ مُدَّةِ الْحَمْلِ (Apabila kita kurangi masa menyusui yaitu 2 tahun yaitu 24 bulan, dikurangi dari 30 bulan, maka tersisalah 6 bulan. Maka ini adalah masa minimal dari kandungan). وَدُونَهَا لَمْ يُوجَدْ مَنْ يَعِيشُ لِدُونِهَا (Masa yang lebih kurang dari itu tidak ada janin yang bisa hidup). Ya.

وَأَمَّا أَكْثَرُ مُدَّةِ الْحَمْلِ فَفِيهِ خِلَافٌ بَيْنَ أَهْلِ الْعِلْمِ (Adapun masa kandungan yang termaksimal ya paling lama, terjadi perbedaan di kalangan ulama). وَالرَّاجِحُ أَنَّهُ يُرْجَعُ فِي ذَلِكَ إِلَى الْوُجُودِ (Pendapat yang terkuat untuk menentukan batas maksimal kembalikan pada realita berapa maksimal realitanya yang ada). قَالَ الْمُوَفَّقُ ابْنُ قُدَامَةَ (Muwaffaq Ibnu Qudamah di dalam Mughni dia mengatakan):

مَا لَا نَصَّ فِيهِ يُرْجَعُ فِيهِ إِلَى الْوُجُودِ وَقَدْ وُجِدَ سِنِينَ وَأَكْثَرَ

“Apa yang tidak ada nas-nya dikembalikan kepada realita yang ada, dan ditemukan bahwa ada lama kandungan itu 5 tahun atau lebih.”

Ya, 5 tahun dia kandung. Ini kalau dibawa ke kedokteran kita sekarang ini sudah makan ketuban ini katanya ya. Dulu kan tidak ada apa USG yang lainnya ya. Tapi mereka merasa itu adalah kandungan lamanya sampai melahirkan. وَالْغَالِبُ مُدَّةِ الْحَمْلِ تِسْعَةُ أَشْهُرٍ (Pada umumnya masa kandungan itu 9 bulan). Karena pada umumnya wanita melahirkan pada masa itu, yakni kandungan 9 bulan. Ada yang lebih awal sedikit, ada yang lebih lama sedikit. Maka itu jadikan sebagai barometernya acuan.

وَلِلْحَمْلِ حُرْمَةٌ فِي الشَّرِيعَةِ الْإِسْلَامِيَّةِ، فَلَا يَجُوزُ التَّعَدِّي عَلَيْهِ وَالْإِضْرَارُ بِهِ (Ini bahwa di dalam syariat janin itu memiliki kehormatan, maka tidak boleh diganggu dan tidak boleh dianiaya). Maksudnya apa? Dia mau pengin menggugurkan. Misalkan ada upaya untuk pengguguran dengan sengaja, enggak boleh. Karena dia memiliki hak dan kehormatan. وَإِذَا سَقَطَ مَيْتًا بَعْدَمَا نُفِخَتْ فِيهِ الرُّوحُ بِسَبَبِ الْجِنَايَةِ عَلَيْهِ وَجَبَتْ فِيهِ الدِّيَةُ وَالْكَفَّارَةُ (Apabila anak itu gugur dalam keadaan mati, maksudnya apa? Gugur. Belum sampai umurnya gugur lahir tapi dalam keadaan mati. Setelah ditiupkan nyawa kepadanya, ruh kepadanya, yaitu berarti 4 bulan umurnya atau lebih. Kegugurannya ini disebabkan oleh sikap menganiaya. Maksudnya apa? Mungkin minum obatlah, mungkin dengan apalah, dengan yang lain-lainnya. Wajib membayar dia ya. Dan wajib melakukan kafaratnya, menunaikan kafaratnya).

وَإِنْ وَجَبَ عَلَى الْحَامِلِ حَدٌّ شَرْعِيٌّ مِنْ جَلْدٍ أَوْ رَجْمٍ (Apabila si hamil ini ternyata divonis hukum syar’i. Apa hukum syar’i? Di antaranya adalah jild atau jald. Jald yakni didera. Karena dia berzina masih gadis berzina maka didera berapa? 100 kali. Dia dalam keadaan hamil atau sudah menikah berzina berarti dia harus dirajam). أُخِّرَ عَنْهَا حَتَّى تَضَعَ (Sementara dia hamil, maka eksekusi pelaksanaan hukum itu diundur sampai dia selesai melahirkan). Kenapa? Karena janin itu punya kehormatan, punya hak untuk hidup, enggak boleh diganggu. Ya.

Dan tidak boleh bagi ibu ini, orang yang hamil ini untuk menggugurkan kandungannya dengan cara minum obat atau yang lainnya. Innamal a’malu binniyat (Amal itu tergantung kepada niatnya). Contoh misalkan gak minum obat tapi dia paksa bekerja naik tangga sekian, bawa barang yang berat. Tujuan itu apa? Bagaimana dia bisa gugur? Ya, maka itu tidak boleh haram hukumnya. كُلُّ ذَلِكَ مِمَّا يَدُلُّ عَلَى شُمُولِ هَذِهِ الشَّرِيعَةِ (Semua itu menunjukkan kepada kita keuniversalan syariat Islam). Ya. وَأَنَّهَا تُرَاعِي حَتَّى الْأَجِنَّةَ فِي الْبُطُونِ (Bahwasanya syariat Islam memperhatikan sampai janin yang masih ada dalam kandungan). وَتَجْعَلُ لَهُمْ حُرْمَةً (Dan diberikan kepada janin-janin itu hak kehormatan yang harus dijaga).

وَالْحَمْدُ لِلَّهِ رَبِّ الْعَالَمِينَ عَلَى هَذِهِ الشَّرِيعَةِ الْكَامِلَةِ الْعَادِلَةِ. نَسْأَلُ اللهَ أَنْ يَمُنَّ عَلَيْنَا بِالتَّمَسُّكِ بِهَا وَالْعَمَلِ بِأَحْكَامِهَا مُخْلِصِينَ لَهُ الدِّينَ وَلَوْ كَرِهَ الْكَافِرُونَ (Kita memuji Allah Subhanahu wa Ta’ala atas syariat yang sempurna, yang adil ini. Kita mohon kepada Allah agar Allah menganugerahkan kepada kita untuk berpegang teguh dengan syariat-Nya dan mengamalkan hukum-hukum-Nya dengan memurnikan ibadah ini kepada Allah Subhanahu wa agama ini kepada Allah walaupun orang-orang kafir tidak senang).

Baik, ini berhubungan dengan hamil. وَأَمَّا الْمُتَوَفَّى عَنْهَا إِذَا كَانَتْ غَيْرَ حَامِلٍ، تَعْتَدُّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشَرَةَ أَيَّامٍ (Adapun istri yang suaminya meninggal dunia tapi dia bukan hamil, dia beriddah 4 bulan 10 hari). سَوَاءٌ وَقَعَتِ الْوَفَاةُ قَبْلَ الدُّخُولِ بِهَا أَوْ بَعْدَهُ (Baik kematian suaminya itu setelah bercampur dengan istri atau sebelum campur, sebelum bercampur atau atau setelahnya). سَوَاءٌ كَانَتِ الزَّوْجَةُ مِمَّنْ يُوطَأُ مِثْلُهَا أَمْ لَا (Baik apakah istri itu termasuk yang bisa digauli atau tidak?). Istri misalkan dalam keadaan misalkan karena umurnya kecil belum bisa digauli atau dalam keadaan sakit parah yang tidak mungkin digauli gitu ya, lalu meninggal suaminya.

لِعُمُومِ قَوْلِهِ تَعَالَى (Hal itu berdasarkan keumuman firman Allah):

وَالَّذِينَ يُتَوَفَّوْنَ مِنْكُمْ وَيَذَرُونَ أَزْوَاجًا يَتَرَبَّصْنَ بِأَنْفُسِهِنَّ أَرْبَعَةَ أَشْهُرٍ وَعَشْرًا

“Orang-orang yang meninggal dunia di antaramu dan meninggalkan istri-istri, maka istri-istri itu menunggu dirinya untuk iddah selama 4 bulan 10 hari.”

قَالَ الْعَلَّامَةُ ابْنُ الْقَيِّمِ (Al-Allamah Ibnu Qayyim, Ibnu Qayyim dia mengatakan): عِدَّةُ الْوَفَاةِ وَاجِبَةٌ بِالْمَوْتِ (Iddah kematian wajib. Yakni yang mewajibkannya adalah kematian itu sendiri). دَخَلَ أَمْ لَمْ يَدْخُلْ بِهَا (Baik dia sudah bercampur atau belum). Ya, jadi masa iddah kematian itu ya karena gara-gara kematian itu yang menyebabkan dia masa iddah baik dia sudah digauli atau belum digauli. لِعُمُومِ الْقُرْآنِ وَالسُّنَّةِ وَاتِّفَاقِ النَّاسِ (Karena keumuman Al-Qur’an dan Sunnah serta kesepakatan ulama). وَلَيْسَ الْمَقْصُودُ مِنْ عِدَّةِ الْوَفَاةِ اسْتِبْرَاءَ الرَّحِمِ (Bukanlah maksud dari iddah dari kematian itu adalah mensucikan atau membersihkan rahim). Berbeda dengan masa yang lain. Karena tidak tujuannya adalah bukan tujuan untuk membersihkan rahim. Makanya tidak dipandang apakah dia digauli atau tidak digauli, tapi dilihatnya dia wafat.

وَلَا هِيَ تَعَبُّدٌ مَحْضٌ (Dan ini juga bukan sekedar ibadah tanpa makna). لَيْسَ فِي الشَّرِيعَةِ حُكْمٌ وَاحِدٌ إِلَّا وَلَهُ مَعْنًى وَحِكْمَةٌ يَعْقِلُهُ مَنْ عَقَلَهُ (Karena tidak ada dalam syariat ini satu hukum, satu hukum kecuali hukum itu memiliki makna dan memiliki hikmah, ya, ada orang yang memahaminya ada orang yang tidak memahaminya).

قَالَ الْوَزِيرُ: وَاتَّفَقُوا عَلَى أَنَّ عِدَّةَ الْحُرَّةِ الْمُتَوَفَّى عَنْهَا زَوْجُهَا مَا لَمْ تَكُنْ حَامِلًا أَرْبَعَةُ أَشْهُرٍ وَعَشْرٌ (Wazir berkata: Sepakat ulama bahwasanya iddah suami yang meninggal dunia, iddah bagi istri yang suaminya meninggal dunia apabila istri itu tidak hamil, masa iddahnya adalah 4 bulan 10 hari).

وَالْأَمَةُ الْمُتَوَفَّى عَنْهَا تَعْتَدُّ نِصْفَ هَذِهِ الْمُدَّةِ الْمَذْكُورَةِ (Adapun kalau istrinya adalah budak yang suaminya meninggal dunia, maka masa iddahnya separuh dari masa iddah wanita yang merdeka). فَعِدَّتُهَا شَهْرَانِ وَخَمْسَةُ أَيَّامٍ بِلَيَالِيهَا (Yaitu 2 bulan 5 hari). لِأَنَّ الصَّحَابَةَ أَجْمَعُوا عَلَى تَنْصِيفِ عِدَّةِ الْأَمَةِ فِي الطَّلَاقِ، فَكَذَلِكَ عِدَّةُ الْمَوْتِ (Karena para sahabat sepakat bahwa iddah budak dalam talak itu separuh, maka begitu juga iddah kematian. Kalau talak separuh, kematian juga separuhnya).

قَالَ الْمُوَفَّقُ ابْنُ قُدَامَةَ: وَهَذَا قَوْلُ عَامَّةِ أَهْلِ الْعِلْمِ مِنْهُمْ مَالِكٌ وَالشَّافِعِيُّ وَأَصْحَابُ الرَّأْيِ (Muwaffaq Ibnu Qudamah mengatakan di dalam [Mughni], ini adalah perkataan keumuman ulama seperti Imam Malik, Imam Syafi’i, dan Ashabur Ra’yi, mereka sahabat bersepakat bahwa masa iddah budak perempuan adalah separuh dari masa iddah wanita yang merdeka).

Kita cukup sampai di sini dulu. Semoga bermanfaat dan kajian kita masih tersisa, ya. Baik itu berhubungan dengan masa wanita yang suami meninggal dunia atau masa iddah yang lainnya.

وَصَلَّى اللهُ عَلَى مُحَمَّدٍ وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ أَجْمَعِينَ. وَالسَّلَامُ عَلَيْكُمْ وَرَحْمَةُ اللهِ وَبَرَكَاتُهُ.


9